Jaksa akan Ungkap Modus Dugaan Korupsi yang Libatkan Eks Dirut Jiwasraya
"Ini jelas ada kerugian negara. Bukan soal pasar modal dan asuransi. Modusnya itu," katanya
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang, Bima Suprayoga, menegaskan komitmen mengungkap tuntas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dia meyakini upaya mendakwa enam terdakwa, terdiri dari tiga orang pengusaha dan tiga orang mantan pimpinan Jiwasraya berlandaskan hukum.
Baca: Dokter Kulit Hitam yang juga Tangani Virus Corona Bergabung dalam Unjuk Rasa Perangi Rasisme
Sebab, kata dia, berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan kerugian negara sebesar Rp 16,81 Triliun.
Pada saat membacakan surat dakwaan pada pekan lalu, dia mengungkapkan Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS yang tidak transparan dan akuntabel.
Hendrisman menjalin kesepakatan dengan Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto untuk mengatur transaksi penempatan saham dan reksa dana.
Salah satu cara yang dilakukan mengelola dana yang dihimpun dalam program Savings Plan (JS Saving Plan) sehingga menimbulkan potensi kerugian karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola.
"Nanti bisa diungkap semua di persidangan. Karena dari dakwaan memeriksa saksi-saksi, memeriksa surat, memeriksa ahli. Itulah nanti akan terungkap semua," kata Bima, ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (10/6/2020).
Dia menjelaskan kerugian negara di perkara tersebut. Dia menampik tudingan dari terdakwa bahwa tidak berwenang menangani itu, karena merupakan ranah Undang-Undang Pasar Modal.
"Ini jelas ada kerugian negara. Bukan soal pasar modal dan asuransi. Modusnya itu. Ini ada kerugian negara. Tindak pidana korupsinya ada, di sini kami masuk. Uang dari rakyat diolah oleh negara (prinsip BUMN,-red)," tegasnya.
Di persidangan itu, Jaksa mengklasifikasi keenam terdakwa menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama, yaitu Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero), mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dan, kelompok kedua, Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto
Upaya mengklasifikasi itu dilakukan agar mempermudah menyusun perkara. Dia memastikan masing-masing terdakwa mempunyai peran yang berbeda.
"(Kluster,-red) hanya istilah. Maksudnya ada (tersangka,-red) dari Jiwasraya. Ada tiga dari pihak swasta. Masing-masing peran berbeda. Tetapi akibatnya mengakibatkan kerugian Negara. Kan begitu, sesuai dakwaan," ujarnya.
Dia tidak menutup kemungkinan ada peluang tersangka lain dari perkara itu.
"Nanti kita lihat fakta di persidangan," tambahnya.
Sebelumnya Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan pihaknya telah melakukan penyidikan produk JS Saving Plan, produk yang diciptakan saat Hendrisman Rahim jadi Dirut Jiwasraya.
Pihak Kejaksaan Agung mencari dilakukan fakta adanya kegiatan investasi yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG) di Jiwasraya.
"Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola, yakni terkait pengelolaan dana yang dihimpun dalam program Savings Plan," kata Burhanuddin, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan, Rabu (18/12/2019).
Sebagai informasi JS Saving plan merupakan produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance.
Berbeda dengan produk asuransi unit link yang risiko investasinya ditanggung pemegang polis, JS Saving merupakan investasi non unit link yang risikonya sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.
JS Saving plan merupakan produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance. JS Plan dibentuk saat Hendrisman masih menjabat sebagai Direktur Utama Jiwasraya
Berbeda dengan produk asuransi unit link yang risiko investasinya ditanggung pemegang polis, JS Saving merupakan investasi non unit link yang risikonya sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.
Tujuh bank yang menjadi agen penjual yakni PT Bank Rakyat Indonesia, Standard Chartered Bank, PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Bank QNB Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), dan PT Bank KEB Hana.
JS Saving Plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9 persen hingga 13 persen sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.
Nilai return ini jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat daripada bunga yang ditawarkan deposito bank yang saat ini besarannya di kisaran 5-7 persen.
Baca: Jokowi Minta Pemerintah Daerah Saling Kerja Sama dalam Tangani Covid-19
Kesalahan manajemen lama dalam penempatan dana investasi nasabah ini jadi penyebab utama pembayaran polis kepada nasabah macet. Total polis jatuh tempo atas produk JS Saving Plan pada Oktober-Desember 2019 yakni sebesar Rp 12,4 triliun.
Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.