Ramai Menteri KKP Edhy Prabowo Cabut Aturan Era Susi Soal Alat Penangkapan Ikan, Ini Bedanya
Dengan ditentukannya 8 alat penangkap ikan tersebut, praktis Menteri Edhy Prabowo mencabut aturan di era pemerintahan Susi Pudjiastuti
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menambah penggunaan delapan Alat Penangkapan Ikan (API).
Seperti dikabarkan Kompas.com, 8 alat penangkap ikan itu sebelumnya belum diatur maupun dilarang dalam Keputusan Menteri Nomor 86 Tahun 2016 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan.
8 alat tangkap yang ditambah dalam daftar legal antara lain, pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis (squid jigging), dan huhate mekanis.
Baca: Edhy Prabowo Usul Perinus dan Perindo Masing-masing Dapat PMN Rp 500 Miliar, Ini Alasannya
KKP beralasan penambahan 8 alat penangkap ikan dilakukan sebagai rencana pemerintah dalam pengaturan pengendalian alat tangkap
Dengan ditentukannya 8 alat penangkap ikan tersebut, praktis Menteri Edhy Prabowo mencabut Kepmen KP Nomor 86 Tahun 2016 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan di era pemerintahan Susi Pudjiastuti.
Lalu apa bedanya alat penangkapan ikan yang diperbolehkan saat Menteri KKP dijabat Susi?
Penelusuran Tribunnews.com dari laman KKP khususnya pada kanal informasi hukum, dijelaskan mengenai isi dari Kepmen KP Nomor 86 Tahun 2016 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan.
Pada peraturan itu tertulis enam jenis alat penangkap ikan terdiri dari total 15 butir alat penangkap ikan yang disahkan.
Baca: Edhy Prabowo Ajukan Anggaran Stimulus Untuk Nelayan Rp 1,24 Triliun
Di antaranya yakni:
1. Jaring Longkar: pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal, pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal
2. Jaring Angkat: bouke ami, bagian berperahu
3. Alat yang Dijatuhkan: jala jatuh berkapal
4. Jaring Insang: jaring insang tetap (jaring liong bun) dan jaring insang hanyut (jaring insang oseanik)
5. Perangkap: bubu, pukat labuh
6. Pancing: rawai hanyut, rawai dasar, huhate, pancing ulur (pancing ulur dan pancing ulur tna), pancing cumi
Baca: Larangan Susi Dicabut, Ini Syarat dan Ketentuan Ekspor Benih Lobster yang Diterbitkan Edhy Prabowo
Sementara ini tambahan 8 alat penangkap ikan yang akan dilegalkan Menteri Edhy Prabowo:
1.Pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal
2. Pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal
3. Payang
4. Cantrang
5. Pukat hela dasar udang
6. Pancing berjoran
7. Pancing cumi mekanis (squid jigging)
8. Huhate mekanis
Sebelumnya Kompas.com memberitakan, KKP memperbolehkan menggunakan 8 alat penangkap ikan (API) yang sebelumnya
Delapan alat tangkap ikan baru itu disusun berdasarkan hasil kajian sebagai tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 Tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda mengatakan, upaya legalisasi ini sebetulnya adalah rencana pemerintah dalam pengaturan pengendalian alat tangkap.
Ada beberapa standar yang ditetapkan seiring dilegalkannya alat-alat tangkap tersebut.
"Tentunya ada standar SNI yang ditetapkan, memenuhi standar keramahan lingkungan. Nanti (diatur) dengan pengaturan-pengaturan, kuota, dan termasuk pengawasannya nanti kita bisa kendalikan semuanya," kata Trian dalam konsultasi publik, Selasa (9/6/2020).
Trian menjelaskan, karakteristik alat tangkap cantrang berbeda dengan trawl.
Saat ikut serta dalam mobilisasi kapal bercantrang ke Natuna Utara, dia melihat cantrang tidak merusak karena tahu persis bedanya cantrang dengan trawl.
"Orang bilang cantrang merusak. Malah cantrang hasil tangkapannya agak sulit di sana (Natuna Utara). Itu terpengaruh dengan arus yang kuat. Ini membuktikan cantrang itu beda karakteristiknya dengan trawl," ungkapnya.
Dengan ditentukannya 8 alat penangkap ikan tersebut, praktis Menteri Edhy mencabut Kepmen KP Nomor 86 Tahun 2020 ini.
Selanjutnya, pihaknya bakal meninjau produktifitas kapal penangkap perikanan secara periodik paling lambat setiap 2 tahun.
"Semangatnya, Kita lakukan pengaturan kembali, pengendalian, supaya ini betul-betul bisa kita kontrol," pungkas Trian.
(Tribunnews.com/ Chrysnha)(Kompas.com/Fika Nurul Ulya)