Golkar Tetap Usul Ambang Batas Parlemen 7 Persen dan Presidential Threshold 20 Persen
Beberapa poin seperti ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR akan mulai membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
Beberapa poin seperti ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi isu hangat di parlemen.
Ketua Komisi II DPR Fraksi Golka Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut partainya mendorong adanya kenaikan ambang batas parlemen dari saat ini 4 persen menjadi 7 persen.
"Kenapa ada kenaikan? kami ngin mendorong sistem pemerintahan yang selama ini menganut sistem presidensial, efektif dan selaras, kalau DPR-nya menganut sistem multi partai sederhana," ujar Doli saat dihubungi, Jakarta, Kamis (11/6/2020).
-
Baca: DPD RI Minta Pemerintah dan DPR Pertimbangkan Kembali Penyelenggaraan Pilkada 9 Desember 2020
-
Baca: KPK Periksa Kabiro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Kemendagri Terkait Korupsi Kampus IPDN Gowa
Menurutnya, sejak reformasi 22 tahun lalu, telah terjadi lima kali Pemilu dan ambang batas parlemen terus mengalami kenaikan dari 2,5 persen, 3 persen, dan 4 persen.
"Kemarin kenapa sempat berpikir 7 persen, karena kami menginginkan undang-undang ini adalah yang fix dalam waktu yang cukup panjang, tidak berubah dalam waktu 5 tahun sekali, bahwa 15 tahun atau 20 tahun sekali kita akan uji," ujar Doli.
Sementara untuk ambang batas pencalonan presiden, Doli menyampaikan Golkar menginginkan angkanya tidak berubah dari saat ini 20 persen.
"Presidential threshold kami tetap seperti sekarang 20 persen kursi dan 25 persen suara," ucap Doli.