Kisah Jenderal Bintang 3 TNI AD Pertama Asli Papua yang Pernah Jadi Buruh Pengaspal Jalan
Kisah bermula ketika putra daerah kelahiran Serui Papua 17 Juli 1962 itu lulus dari sebuah SMA di Jayapura
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa sangka Letnan Jenderal TNI Joppye Onesimus Wayangkau akan tercatat sebagai putra asli Papua pertama yang berpangkat Jenderal bintang tiga di jajaran TNI Angkatan Darat (TNI AD).
Siapa sangka pria yang kini menjabat sebagai Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Danpusterad) itu pernah merasakan bekerja sebagai buruh pengaspal jalan di Biak, Papua.
Baca: Wajah Pilot Jet Tempur TNI AU yang Jatuh di Riau Diolesi Salep
Siapa sangka pula, pekerjaan itu pulalah yang membuka pintu nasibnya untuk berkarir di TNI AD.
Kisah bermula ketika putra daerah kelahiran Serui Papua 17 Juli 1962 itu lulus dari sebuah SMA di Jayapura.
Saat itu sebetulnya Joppye bercita-cita menjadi pilot sejak SMP hingga SMA.
Karena lokasi sekolah SMP dan SMA Joppye di Kota Serui dekat dengan sebuah bandara, maka ia terkesan dengan penampilan pilot berseragam yang sering dilihatnya di sana.
"Saya lihat pilot itu, wah itu cita-cita sekali itu. Wah gagah lihat dari bajunya, terus ada pangkatnya, jadi saya sampai dengan SMA itu punya cita-cita mau jadi pilot," kata Joppye dalam tayangan Buletin TNI AD yang diunggah di akun Instagram resmi TNI AD, @tni_angkatan_darat, pada Sabtu (13/6/2020).
Setelah lulus SMA pada 1982 ia pun memutuskan untuk mendaftarkan diri ke sekolah pilot di Akademi Perhubungan Udara di Jayapura.
Meski dinyatakan lulus, namun cita-citanya harus kandas karena orang tuanya tidak memiliki biaya untuk menyekolahkannya di sana.
Ia pun mengaku sempat bertengkar orang tuanya karena keterbatasan finansial kedua orang tuanya tersebut.
Karenanya, Joppye kemudian memutuskan untuk mengubah cita-citanya.
Joppye yang saat itu bercita-cita untuk kuliah di bidang pertanian atau peternakan kemudian pergi ke Biak.
Di sana ia tinggal di tempat paman dari ibunya yang bekerja di kantor Telkom Biak sambil mendaftar kuliah di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Fakultas Peternakan Universitas Cenderawasih Manokwari.
"Waktu proses pendaftaran ini saya tidak ada uang. Jadi saya saya kerja jadi buruh bangunan. Saya ikut buruh bangunan aspal jalan. Di Biak saya ikut sama orang-orang PU (Pekerjaan Umum) siram aspal di jalan, ngambil pasir," ungkap Joppye.
Saat tengah beristirahat di emperan toko pada sebuah siang yang terik di tengah pekerjaannya, ia melihat brosur seleksi pendidikan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) yang saat ini disebut Akademi Militer (Akmil).
Ketika melihat gambar di brosur tersebut Joppye merasa rendah diri.
Ia melihat gambar para siswa AKABRI terpampang di brosur tersebut mengenakan seragam yang menurutnya modern.
Joppye merasa dirinya hanya orang kampung yang tidak cocok dengan sekolah yang menurutnya tampak begitu modern.
"Cuma, saya baca persyaratan-persyaratan itu, justru tulisan yang paling bawah yang menarik saya. Karena tulisan itu, saya ingat, pendaftaran dan pendidikan tidak dipungut biaya. Terus saya berpikir, wah berarti ini kalau daftar tidak dipungut biaya. Kalau lulus sekolah tidak dipungut biaya. Yasudahlah saya coba daftar-daftar saja. Siapa tahu bisa masuk begitu," ungkap Joppye.
Setelah seluruh proses pendaftaran selesai, ia pun merasa bersyukur karena diterima tidak hanya di AKABRI namun juga di IPB dan Universitas Cenderawasih Manokwari.
Karena pengumuman ketiga sekolah pilihannya tersebut dalam kurun waktu yang tidak begitu jauh, ia pun mengaku sempat bingung.
Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke AKABRI karena proses pendaftaran dan pendidikan yang tanpa biaya.
Ketika lulus seleksi Joppye mengaku tidak langsung memberitahukan orang tuanya.
Joppye takut memberitahu orang tuanya karena dilarang untuk menjadi tentara.
Orang tua Joppye melarangnya karena pada saat ia kecil, neneknya tewas tertembak tentara ketika Indonesia masuk ke Papua di tahun-tahun awal kelahiranya yakni pada 1962.
"Jadi saya takut kalau saya beritahu orang tua, ini pasti mereka protes. Orang tua saya tahu itu setelah lebih dari enam bulan," ungkap Joppye.
Tidak hanya itu, ia pun baru pulang ke kampung halamannya setelah delapan tahun sejak ia masuk AKABRI dan setelahnya sempat ikut operasi di Timor Timur.
"Mungkin hampir sekitar 8 tahun saya tidak pulang," ungkap Joppye.
Begitulah awal perjalanan karir Jenderal bintang tiga asli Papua tersebut.
Joppye resmi menjadi Jenderal bintang tiga setelah Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa menerima laporan korps kenaikan pangkat 70 orang Perwira Tinggi (Pati) TNI AD di Lantai Dasar Gedung E Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta pada Jumat (22/5/2020) lalu.
Baca: Evaluasi Diri Dulu, Jalani “New Normal” Kemudian
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Kolonel Inf Nefra Firdaus, dalam keterangan resminya usai mengikuti acara tersebut mengatakan berdasarkan catatan, Joppye adalah orang asli Papua pertama yang berpangkat Jenderal bintang tiga.
"Dari catatan yang ada, Joppye Onesimus Wayangkau merupakan putra kelahiran Serui, Papua tanggal 17 Juli 1962, lulusan Akmil 1986. Orang pertama asli Papua yang berhasil menapaki karier menjadi Jenderal bintang tiga," kata Nefra dalam keterangan tertulisnya.