Nazaruddin Bebas, ICW Minta Jokowi Evaluasi Kinerja Menteri Yasonna
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, pemberian remisi terhadap Nazaruddin telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) yang mengobral remisi terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Terpidana perkara suap Wisma Atlet Hambalang serta perkara gratifikasi dan pencucian uang itu bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung setelah mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Padahal, dengan total hukuman 13 tahun pidana penjara atas dua perkara korupsi tersebut, Nazaruddin sejatinya baru bebas murni pada 2024.
Baca: Rencana Kenaikan Gaji Pimpinan KPK, ICW: Pemborosan Anggaran di Tengah Pandemi Covid-19
Namun, selama masa pembinaan, Nazaruddin telah berulang kali mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman baik remisi Hari Kemerdekaan 17 Agustus, maupun remisi Hari Raya Idul Fitri.
Secara total, Nazaruddin menerima remisi sebanyak 49 bulan selama menjalani masa pembinaan.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, pemberian remisi terhadap Nazaruddin telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baca: Yasonna Laoly Sebut Partai Gelora Patut Diperhitungkan di Pemilu 2024
Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan secara tegas menyebutkan syarat terpidana kasus korupsi mendapatkan remisi diantaranya adalah bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau justice collaborator (JC).
Sementara, KPK menyebut Nazaruddin tidak pernah mendapatkan status sebagai JC.
Selain itu, kata Kurnia pemberian remisi kepada Nazaruddin semakin menguatkan indikasi bahwa Kemkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan.
Baca: KPK Tidak Pernah Tetapkan Nazaruddin Sebagai Justice Collaborator
"Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara. Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (17/6/2020).
Lebih jauh, Kurnia mengatakan keputusan Kemkumham untuk memberikan remisi hingga 49 bulan kepada Nazaruddin telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.
Apalagi, kata Kurnia, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp54,7 miliar.
"Tak hanya itu, Nazaruddin juga dikenakan Pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi," tegasnya.
Kurnia menyatakan, pada akhir tahun 2019 yang lalu Ombudsman sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya.
Jika temuan ini benar, semestinya Kemkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012.
"Ditambah lagi poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," katanya.
Untuk itu, ICW menuntut Menkumham Yasonna H Laoly menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin.
ICW juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja Yasonna sebagai Menkumham.
"Karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan," kata Kurnia.