Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Istana Hingga Yenny Wahid soal Postingan Guyonan Gus Dur yang Berujung Pemeriksaan Polisi

Yenny Wahid singgung kedewasaan masyarakat, Istana sebut kritik dilindungi konstitusi

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Respons Istana Hingga Yenny Wahid soal Postingan Guyonan Gus Dur yang Berujung Pemeriksaan Polisi
Digital Trends
Ilustrasi Facebook. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guyonan Presiden Keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur tentang 3 polisi jujur di Indonesia ternyata membuat seorang warga di Kepulauan Sula, Ternate berurusan dengan polisi.

Ismail, si warga tersebut dimintai klarifikasi oleh polisi terkait postingannya di media sosial Facebook soal 3 polisi jujur di Indonesia, salah satu dari sekian guyonan Gus Dur yang populer. 

Baca: Duduk Perkara Konflik India-China, Berkaitan dengan Sengketa Wilayah di Perbatasan

Banyak kalangan menganggap permintaan klarifikasi dari polisi berlebihan.

Pendapat seperti itu juga datang dari putri Gus Dur, Yenny Wahid.

Dia sampai tak habis pikir dengan kasus yang menimpa pemuda tersebut.

Menurut Yenny, kedewasaan bangsa Indonesia diukur dari sikap dalam menanggapi ekspresi humor semacam itu.

"Kedewasaan kita diukur dari sikap kita menanggapi ekspresi-ekspresi humor semacam itu. Humor itu sudah berputar-putar di tengah masyarakat lama sekali," ujar Yenny, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (18/6/2020).

BERITA REKOMENDASI

Dia mengatakan institusi negara di Indonesia itu memang kerap menjadi bahan humor dari zaman dahulu hingga sekarang.

Bahkan institusi kepresidenan hingga pemuka agama juga tak lepas menjadi bahan humor masyarakat.

"Yang namanya institusi negara di Indonesia itu memang sering menjadi bahan humor dari dulu sampai sekarang. Nggak usah institusi kepolisian, anggota DPR jadi bahan komika, institusi kepresidenan sering jadi bahan lelucon," ucap dia.

"Kemudian para menteri, pemuka agama pun sering dijadikan bahan lelucon," kata dia.

Menurutnya, humor adalah mekanisme atau cara bangsa Indonesia untuk menghadapi kegetiran, kekecewaan yang ada dan untuk tetap saling mengingatkan.

"Jadi bangsa Indonesia itu suka melucu. Karena itu cara kita untuk menjaga semangat, begitu kita sudah bisa tertawa mengenai kekecewaan kita, maka kita bisa semangat lagi dalam berkarya," ungkapnya.

Tak hanya itu, humor juga menjadi sarana introspeksi tanpa menyinggung perasaan. Sehingga humor diibaratkan Yenny sebagai kekuatan bangsa Indonesia sejak dahulu.

Bahkan, Yenny juga pernah mendengar humor dari almarhum ayahnya dikutip oleh jenderal polisi dengan tanpa beban.

"Saya pernah mendengar seorang petinggi kepolisian, jenderal, pernah mengutip humor tersebut," ucap Yenny.

"Mengutipnya dengan bebas saja tanpa beban. Artinya ada semangat otokritik di sana, ada semangat kedewasaan di sana," tandasnya.

Awalnya di-Whatsapp Sekda

Melansir Kompas.com, guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang menyebutkan, “ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng” berbuntut pemeriksaan polisi.

Ismail Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara dibawa ke Polres Kepulauan Sula untuk dimintai keterangan.

Ia dimintai keterangan oleh polisi terkait unggahan guyonan Gus Dur itu  diunggah di media sosial  Facebook.

Kepada Kompas.com, Ismail bercerita bahwa dia mengunggah guyonan itu pada Jumat (12/6/2020) pagi sekitar jam 11.00 WIT.

Dia tidak menyangka bahwa postingan itu akan berakhir di kantor polisi untuk dimintai klarifikasi.

"Hari Jumat itu saya buka Google, baca artikel guyonan Gus Dur. Di situ ada kata yang saya anggap menarik,” kata Ismail saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

“Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa,” katanya lagi.

Setelah mengunggah guyonan itu, Ismail lantas ke masjid melaksanakan salat Jumat.

Begitu pulang, dia melihat WhatsApp dari Sekda yang meminta agar postingannya dihapus.

"Saya langsung hapus tanpa melihat lagi komentar-komentar,” ujarnya.

Tidak lama, sejumlah polisi datang ke rumah Ismail, memanggilnya ke kantor untuk dimintai klarifikasi soal postingan tersebut.

"Sampai di kantor tanya alasan postingan itu dan saya cerita sesuai yang saya alami,” ujar Ismail.

Setelah dimintai keterangan, Ismail dipersilakan kembali ke rumah dan sempat wajib lapor selama dua hari.

Dia juga diminta menyampaikan permohonan maaf terkait dengan postingannya tadi.

“Setelah saya sampaikan permohonan maaf pada Selasa (16/6/2020), maka masalah itu sudah selesai dan sejak saat itu saya tidak lagi wajib lapor,” ucap Ismail.

Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Adip Rojikun menjelaskan bahwa masalah itu sudah diselesaikan oleh Polres Kepulauan Sula.

“Itu mengedukasi, tapi sudah selesai,” kata Adip singkat. (Kontributor Ternate, Fatimah Yamin)

Klarifikasi Kapolres

Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irfan angkat bicara soal penangkapan Ismail Ahmad dan Riman Losen, orang yang mengunggah celotehan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur di Indonesia.

Menurut Irfan, kedua pelaku disebutkannya tidak ditangkap oleh pihak kepolisian. Irfan menyebut keduanya diklaim mendatangi sendiri ke Polres Kepulauan Sula.

"Yang bersangkutan tidak kami tangkap tapi yang bersangkutan datang sendiri ke polres," kata Irfan kepada Tribunnews, Kamis (18/6/2020).

Irfan melanjutkan tidak ada proses hukum yang dilakukan kepada Ismail Ahmad dan Riman Losen.

Ia pun memastikan permasalahan itu juga telah selesai usai keduanya datang ke Polres.

"Tidak ada proses hukum karena hanya sekedar klarifikasi saja dan itu sudah selesai karena yang bersangkutan hanya sekedar mengutip pernyataan tokoh almarhum Gusdur," pungkasnya.

Komisi III DPR RI Ikut Bereaksi

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini, kutipan Gus Dur ini merupakan pengingat bagi kepolisian untuk selalu menjadi abdi masyarakat yang lurus dan jujur.

"Menurut saya, kutipan ini adalah pengingat sekaligus nasihat abadi bagi kepolisian. Ini adalah pengingat untuk para polisi agar tetap bekerja sesuai koridor, amanah, dan lurus," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (18/6/2020).

Sahroni mengatakan bahwa pernyataan ini tentu saja wajar jika digunakan di masyarakat, selama bukan digunakan untuk menyudutkan institusi kepolisian.

"Wajar saja ya, karena kan tujuannya untuk mengingatkan, bukan dipelintir untuk menyudutkan institusi kepolisian. Jadi kita juga harus sama-sama fair, publik mengingatkan, polisi juga bisa menerima kritikan," ujar Sahroni.

Kendati demikian, Sahroni menambahkan bahwa jika ada indikasi adu domba, maka pihak yang berwajib juga berhak mengambil tindakan yang diperlukan.

"Ya intinya kalau tujuannya untuk mengadu domba boleh ditindak, namun jika tujuannya adalah untuk mengingatkan maka tidak masalah. Polisi juga bisa lebih berhati-hati dalam menanggapi candaan maupun kritikan dari masyarakat," pungkasnya.

Istana Sebut Kritik Itu Wajar

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi. 

Kritik yang dilontarkan warga negara merupakan hal wajar dan memang diperlukan sebagai bagian dari proses evaluasi suatu pemerintahan.

"Kritik itu adalah bagian dari aspirasi masyarakat yang harus direspon dengan positif, sebagai bagian dari evaluasi agar kualitas pemerintahan bisa menjadi semakin baik, agar pemerintah bisa lebih memahami keadaan serta sudut pandang masyarakat secara riil," kata Dini kepada wartawan, Kamis (18/6/2020).

Namun menurut Dini, kebebasan berpendapat harus dijalankan secara konstitusional, seperti yang selalu diingatkan presiden.

Artinya dalam menyampaikan kritikan tidak boleh mengandung unsur pidana, mulai dari fitnah, hoax, atau pencemaran nama baik.

"Bahwa hak itu harus selalu dibaca beriringan dengan kewajiban. Tidak bisa kita hanya menuntut hak tapi tidak melaksanakan kewajiban," katanya.

Sebaliknya menurut Dini apabila suatu pendapat tidak mengandung unsur pidana, seharusnya tidak dipermasalahkan. Tidak boleh ada kriminalisasi terhadap warga negara. 

"Apalagi kalau kriminalisasi dilakukan melalui pemyalahgunaan wewenang. Ini akan memberikan dampak yang buruk bagi kualitas penegakan hukum di Indonesia dan karenanya tidak boleh terjadi," katanya.

Untuk kasus Guyonan Gus Dur tersebut menurut Dini seharusnya tidak masalah.

Baca: VIRAL Netizen Komplain ke PLN Dikira Ada Pemadaman Listrik, Ternyata Ibu Kosnya yang Lupa Isi Token

Apalagi Mantan Kapolri Tito Karnavian menganggap lelucon tersebut sebagai guyonan agar institusi Kepolisian untuk terus menjadi lebih baik.

"Saya belum membaca unggahan yang bersangkutan di facebook. Tapi kalo dari yang saya baca di media, sepertinya yang bersangkutan hanya mengutip kembali guyonan Almaehum Gus Dur. Kalau memang betul hanya seperti itu saja, menurut saya pribadi dari sisi hukum seharusnya tidak ada masalah," pungkasnya. (Tribunnews.com/Vincentius Jyestha/Igman Ibrahim/Chaerul Umam/Taufik Ismail/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas