Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Novel Baswedan Blak-blakan soal Kasus Penyiraman Air Keras, Singgung Jenderal yang Turun Langsung

Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan berbicara panjang lebar terkait perkembangan kasus penyiraman air keras terhadapnya.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Daryono
zoom-in Novel Baswedan Blak-blakan soal Kasus Penyiraman Air Keras, Singgung Jenderal yang Turun Langsung
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM - Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan berbicara panjang lebar terkait perkembangan kasus penyiraman air keras terhadapnya. 

Kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang saat ini dalam tahap persidangan kembali mengemuka ke publik setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya memberikan tuntutan satu tahun penjara untuk kedua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. 

Berbagai hal disampaikan Novel dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribunnews.com, Jumat (19/6/2020). 

Baca: Pelaku Penyiraman Air Keras Pernah Ditegur Tetangga saat Intai Rumah Novel Baswedan

Mulai dari soal respons atas tuntutan JPU. hubungan Novel dengan Polri hingga pendapatnya jika nantinya majelis hakim memvonis sesuai tuntutan jaksa. 

Berikut wawancara Tim Tribunnews.com dengan Novel: 

Anda adalah mantan polisi dan seorang penyidik, pasti punya pengetahuan dan intuisi mengenai orang yang sebenarnya terlibat dalam kasus penyerangan terhadap Anda. Apa yang Anda bayangkan mengenai orang-orang itu saat ini?

Saya yakin sekarang mereka gemetaran. Karena apa? Mereka tahu saya tidak takut. Saya tidak pernah merasa menyesal berbuat kebaikan sehingga kemudian diserang orang.

Berita Rekomendasi

Selain itu saya tidak pernah merasa susah terkait keadaan ini. Saya yakin saat ini gemeteran pelakunya, ketakutan.

Orang tidak ada yang kuat menutupi perbuatan jahat. Hal terpenting, jangan beranggapan orang berbuat jahat itu hebat, bahkan dikasih gelar.

Secara tak sadar kita menyanjung penjahat. Kita melihat penjahat itu seolah-olah besar-besar. Padahal kita sendiri yang membesarkan dia. Mungkin dibantu setan.

Apa yang Anda pikirkan ketika JPU hanya mengajukan tuntutan 1 tahun penjara kepada dua terdakwa yang dituduh terlibat penyerangan terhadap Anda menggunakan air keras?

Meski sejak awal persidangan kasus itu banyak kejanggalan, saya tetap saja terkejut ketika dua terdakwa hanya dituntut 1 tahun penjara. Saya tidak mengerti mengapa sampai segitunya.

Apakah memang JPU tidak yakin mereka pelakunya? Atau memang seperti apa, saya tidak mengerti.

Itu merupakan hal yang keterlaluan dan tidak masuk akal. Apa yang saya alami masuk kategori penganiayaan berat, berencana, akibatnya luka berat, dan yang diserang adalah aparatur.

Kalau terjadi terhadap orang lain, saya pun akan marah. Tapi memang saya sudah dari awal mempersiapkan diri untuk sabar, bersikap tenang. Kalau saya punya harapan terlalu tinggi, saya khawatir jadi emosional dan putus asa.

Tapi kondisi itu bukan hanya terkait dengan diri saya. Ini menghina bangsa. Melukai rasa keadilan publik dan ini keterlaluan sekali.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020).  (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

JPU dalam tuntutannya menyebutkan para terdakwa menyesali perbuatannya, telah meminta maaf kepada Anda dan keluarga, dan tidak sengaja menyiram air keras ke mata Anda. Bagaimana komentar Anda?

Yang pertama soal faktanya dulu. Katanya minta maaf, tapi faktanya belum pernah tuh. Jadi fakta itu tidak benar.

(Minta maaf) kepada saya tidak pernah, kepada keluarga saya juga tidak pernah. Kalau saya masih hidup (minta maaf) mestinya sama saya dong. Kalau saya sudah meninggal baru (minta maaf) sama keluarga.

Terus yang kedua dibilang menyesali, masak iya? Kita lihat di persidangan dia teriak-teriak, memaki-maki. Masa itu menyesali?

Definisi menyesali ini mesti dipelajari lagi. Begitu juga dengan pertimbangan (terdakwa) dinas di kepolisian. Harusnya itu jadi pemberatan.

Sebagai aparat seharusnya mengayomi masyarat dan aparat yang lain, ini justru malah menyerang. Mestinya bukan jadi hal yang meringankan, tapi memberatkan. Aneh ya, kok dibalik-balik.

Baca: Bintang Emon Diserang setelah Bahas Kasus Novel, Ali Ngabalin: Siap Mengkritik, Harus Siap Dikritik

Manakala putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat ternyata senada dengan tuntutan jaksa, apa yang akan Anda lakukan?

Sebagai korban saya tidak bisa apa-apa. Sistem peradilan pidana di Indonesia, kepentingan saya sebagai korban diwakili oleh JPU.

Apakah saya bisa banding? Tidak bisa. Apakah saya bisa protes melalui mekanisme formal? Tidak bisa. Saya hanya bisa diam.

Apakah Anda ada rencana mengirim surat kepada Jaksa Agung atau Presiden Joko Widodo terkait proses hukum yang janggal ini?

Kalaupun saya melakukannya, apa faedahnya? Bukankah terjadinya kejanggalan yang vulgar dan terang-terangan itu selau kami sampaikan melalui protes terbuka.

Harapan kami, negara mengetahui. Negara kan aparaturnya banyak, dipimpin oleh presiden tentunya. Terkait dengan diri saya, bukankah saya sudah memaafkan, bukankah saya sudah menerima apapun yang terjadi dengan diri saya.

Namun penegakan hukum yang berantakan dan porak poranda itu tidak boleh dibiarkan. Mengapa? Kepentingan negara untuk membangun masyarakat, membangun negara, yang paling mendasar adalah membangun penegakkan hukum.

Saya ingin mengingatkan kembali, dalam rangka pemberantasan korupsi, KPK sudah sering sekali diserang. Saya beberapa kali diserang. Pegawai KPK selain saya juga diserang.

Bahkan pimpinan KPK periode lalu juga diserang. Semuanya tidak ada yang diungkap. Pertanyaannya kan' sederhana, tidak diungkap itu mengapa?

Dalam persidangan, dua terdakwa mendapat bantuan hukum dari Divisi Hukum Polri, dipimpin perwira tinggi bintang dua. Apa maknanya ini buat Anda?

Saya agak heran. Pertama, kasus ini, kalau benar mereka menyerang saya, seorang aparatur, kan memalukan institusi (Polri). Mereka justru mendapat pembelaan. Oke, mendapat pembelaan memang hak mereka.

Di aturannya yang saya dengar disebutkan kalau ada kaitan dengan tugas (baru mendapat pendampingan hukum). Mereka menyerang saya kan bukan tugas.

Kedua, yang ikut membela jenderal lho, turun langsung. Kita sering lihat ada beberapa anggota Polri yang kena kasus narkoba, dibela seperti itu apa tidak? Tidak.

Mengapa ada perbedaan. Apalagi pembelaannya dilakukan segala cara, membikin persepsi-persepsi tertentu walaupun tidak sesuai fakta.

Contohnya, dalam pembelaan disebutkan mata kiri saya sakit karena salahnya penanganan. Argumen itu harus berbasis ilmu pengetahuan.

Kalau ada orang kakinya patah, dan patahnya tidak bisa disambung. Dokter mengambil jalan sementara dikasih alat bantu sehingga bisa jalan selama setahun.

Ternyata selama setahun alat bantunya tidak berfungsi dan rusak. Apakah bisa dikatakan, "Oh itu dia patah karena dipasang alat bantu."

Satu poin lagi yang penting digarisbawahi. Beberapa penyampaian disebutkan terdakwa menyerang saya alasannya karena pribadi, marah, menganggap saya ini menyerang institusi Polri.

Saya kok tidak percaya ya. Logikanya begini. Saya percaya institusi Polri, karena saya sering interaksi apalagi dengan anggota Brimob.

Anggota Brimob biasanya idealismenya lebih baik, punya disiplin. Biasanya mereka hidup sederhana. Saya belum pernah mendengar ada anggota Brimob yang menggunakan kekuasaannya atau kewenangannya untuk korupsi.

Kalaupun ada anggota Polri yang benci pada perilaku saya memberantas korupsi, tentulah dia sedang melakukan hal itu. Saya bisa memahami kalau yang membenci saya itu orang yang melakukan korupsi. Dalam konteks ini kan tidak.

Ada dua kali KPK melakukan suatu proses hukum kepada perwira tinggi Polri. Apakah Anda menduga ada kaitan dengan itu?

Kalau seandainya itu betul, terdakwa melakukan penyerangan karena hal itu, tentu saya sudah diserang pada 2012 atau 2015 lalu. Saya diserang pada 11 April 2017.

Untuk menarik ke sana agak sulit. Pada saat itu (2017) justru ada beberapa isu korupsi terkait anggota Polri.

Saya ingin mengatakan tidak semua anggota Polri itu punya perspektif buruk terhadap KPK. Namun ada upaya untuk menghasut, KPK dianggap berseberangan dengan Polri.

Saya beberapa kali bertemu dengan petinggi Polri. Saya juga pernah berkomunikasi dengan Pak Kapolri yang sekarang (Jenderal Pol Idham Azis, dan beberapa pejabat yang lain. Saya kira beliau-beliau punya komitmen yang baik.

Menurut Anda, sebenarnya seperti apa hubungan Anda dengan Polri?

Saya merasa tidak pernah bermasalah dengan pimpinan Polri. Kalau saya ini kan' levelnya pegawai. Tentu saya komunikasi dengan beliau-beliau, karena saya kenal, namun tidak intens. Dengan kawan-kawan saya, yang selevel, saya komunikasi.

Soal tidak semuanya suka, saya kira semua orang juga begitu. Apakah ada orang yang disukai oleh semua orang? Tidak ada. Polisi itu kerjanya menangkap maling. Kalau disurvei, maling suka atau tidak sama polisi? Ya pasti tidak suka.

Sama seperti saya atau kawan-kawan di KPK. Coba disurvei apakah orang-orang yang berpraktik korupsi suka atau tidak dengan KPK? Saya yakin 100 persen atau 99 persen mereka tidak suka.

(Tribunnews.com/Destrayawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas