MAKI Optimis Uji Formil UU Nomor 2 Tahun 2020 Bakal Dikabulkan MK
Hal ini berbeda dengan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang tidak dapat diterima MK
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengaku optimistis permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tersebut tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Baca: Jokowi: Ancaman Covid-19 Belum Berakhir, Kasus Positif Masih Meningkat
Hal ini berbeda dengan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang tidak dapat diterima MK karena kehilangan obyek.
"Saya sudah memperkirakan hal ini sejak Perppu disahkan menjadi undang-undang, maka saya sudah mengajukan pembatalan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 yang Kamis minggu kemarin sudah sidang perdana," kata Boyamin, dalam keterangannya, Rabu (24/6/2020).
Menurut dia, UU Nomor 2 Tahun 2020 tidak sah, karena DPR menetapkan Undang-Undang bukan pada masa sidang berikutnya.
Selain itu, kata dia, DPR tidak melakukan voting padalah sejak awal Fraksi PKS menolak pengesahan Perppu menjadi UU.
"Meski agak repot karena maju dua kali maka tetap harus dijalani karena prosesnya mengharuskan demikian, Kami tidak akan lelah dan malah tambah semangat membatalkan UU pengesahan Perppu karena sejatinya rakyat menolak adanya kekebalan pejabat," tambahnya.
Ditolak MK
Mahkamah Konstitusi memutuskan menyatakan permohonan pengujian materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat diterima.
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi virus corona atau Covid-19 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca: Susul China, Korea Selatan Konfirmasi Gelombang Dua Pandemi Corona
Keputusan itu diambil setelah sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Keputusan dari hasil RPH itu dibacakan oleh Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/6/2020).
Pada Selasa ini, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan pengujian materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang terdaftar di perkara nomor 23/PUU-XVIII/2020 dan nomor 24/PUU-XVIII/2020.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman, pada saat membacakan putusan.
Perkara nomor 23/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh sejumlah tokoh, diantaranya, mantan Ketua MPR RI, Amien Rais, dan tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Sedangkan, perkara nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama dengan lembaga lainnya.
Mahkamah Konstitusi menyatakan berhak menguji perkara itu, karena permohonan pengujian diajukan sebelum adanya persetujuan dari DPR RI terhadap Perppu tersebut.
"Mahkamah berwenang mengadili permohonan. Permohonan pemohon mempunyai kedudukan hukum," kata Anwar Usman.
Namun, pada saat proses pemeriksaan perkara berjalan di Mahkamah Konstitusi, DPR menyetuji Perppu itu.
Artinya, setelah disetujui oleh DPR RI, maka Perppu berubah bentuk menjadi Undang-Undang.
Pada Rabu 20 Mei 2020, perwakilan Pemerintah menyatakan Perppu itu sudah disahkan menjadi Undang-Undang.
Hal itu disampaikan di sidang pengujian materi Perppu itu yang digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi.
Perppu Penanganan Covid-19 itu sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 dan tercatat di Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516.
Pada pertimbangannya, hakim konstitusi Aswanto, mengatakan mahkamah meyakini Perppu sudah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Sehingga, berakibat Perppu itu sudah tidak ada lagi secara hukum.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Baca: WHO Perbarui Pedoman Terkait Kriteria Pasien Sembuh dari Corona
"Hal demikian berakibat permohonan pemohon yang diajukan pengujian Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sudah kehilangan objek," kata Aswanto.
"Menimbang meskipun mahkamah berwenang mengadili dan pemohon mempunyai kedudukan untuk mengajukan permohonan. Disebabkan permohoann kehilangan objek maka mahkamah tidak akan mempertimbangkan permohonan dan hal lain terkait permohonan tidak diperimbangkan," tambahnya.