Partai Politik Harus Legowo Jika Menterinya Dicopot Jokowi
Idil Akbar mengatakan semua partai politik harus terima bila menteri yang duduk di kabinet pemerintahan dievaluasi presiden.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan semua partai politik harus terima bila menteri yang duduk di kabinet pemerintahan dievaluasi presiden.
Ia mengamini pernyataan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang mendukung jika presiden melakukan perombakan kabinet.
"Apa yang disampaikan Hasto ada benarnya juga. Setiap partai politik harus legowo bila menterinya dievaluasi. Semua menteri yang berasal dari partai politik ketika dievaluasi mereka harus siap dengan itu," kata Idil, Kamis (2/7/2020).
Idil mengatakan, teguran dan amarah Presiden Jokowi kepada jajaran menterinya dalam rapat kabinet lalu bisa berujung pada reshuffle atau pergantian menteri.
Baca: Menkes Terawan Hentikan Sesi Tanya Jawab di RS Dr Oen Solo Saat Ditanya Isu Reshuffle
Peneliti Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad ini menilai, pidato Jokowi adalah klimaks dari kejengkelan presiden terhadap kinerja para pembantunya yang tidak memiliki terobosan dalam menangani pandemi covid-19.
Harapannya, para menteri bisa bekerja ekstra keras dan kreatif di masa krisis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Memang ada kecenderungan ke arah sana (reshuffle) sebab menurut saya pidato kemarin adalah klimaks bahwa presiden sudah begitu gemas dengan kinerja para pembantunya di kabinet," kata Idil.
Idil mengatakan, reshuffle kabinet adalah hak prerogatif presiden.
Baca: Kata Moeldoko Soal Isu Reshuffle hingga Sebut Kinerja Menteri Meningkat setelah Dimarahi Jokowi
Karenanya tidak boleh ada intervensi dari partai politik sekecil apapun.
Politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira yakin kata kunci dalam pidato Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu itu adalah evaluasi kinerja para pembantu presiden soal krisis.
"Melihat gestur Presiden Jokowi dalam pidato ini, nampaknya akan ada reshuffle kabinet, terutama terhadap pembantu-
pembantunya yang kurang tanggap sense of crisis," kata Andreas.
"Terutama tentu yang berkaitan dengan pembantu-pembantu presiden yang berkaitan denganpenanggulan Covid-19, penanggulangan dampak sosial ekonomi dan pemulihan ekonomi," imbuhnya.
Baca: Respons Mendes Soal Isu Reshuffle Kabinet: Itu Haknya Presiden
Langkah cepat harus segera diambil Presiden Jokowi agar mendapatkan kepercayaan publik dalam menangani Covid-19.
"Langkah ini perlu segera dilakukan agar tidak menjadi rumors politik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah sebagaimana pidato presiden yang memang sangat serius," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mempertanyakan, apakah saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan hal tersebut.
"Hemat saya, apakah saat ini adalah momentum yang tepat untuk reshuffle? Di tengah keadaan ekonomi masyarakat yang tidak menentu dan hampir crisis multidimensi, namun semua itu (dikembalikan) kepada Presiden Jokowi," ujar Jazilul.
Dia menegaskan reshuffle mutlak hak Presiden Jokowi.
Menurutnya hal itu pun bukan sesuatu yang baru, karena reshuffle juga sudah dilakukan pada periode sebelumnya.
Meski meyakini reshuffle sebagai langkah perbaikan untuk Indonesia, Wakil Ketua MPR RI tersebut mengatakan tidak mudah pula mencari sosok tepat dalam masa krisis.
"Tentu reshuffle adalah langkah perbaikan, meskipun tidak mudah mencari figur yang mampu memimpin pada saat krisis," kata dia.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya pengurangan menteri dari partai politik (parpol), Jazilul mengatakan sosok profesional yang dipilih dapat datang dari kalangan mana saja.
"Utamanya figur yang profesional dan teruji pada saat krisis (yang dipilih) dapat datang darimanapun, baik dari parpol, akademisi atau profesi lainnya," ungkapnya.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) Arsul Sani mengaku partainya tak terlalu ambil pusing dengan isu reshuffle kabinet yang kian menguat.
Menurutnya isu yang beredar di masyarakat, seperti reshuffle hingga berkurangnya menteri dari partai politik (parpol) adalah spekulasi di ruang publik.
Karenanya PPP enggan menanggapinya.
"Soal reshuffle, termasuk kapannya dan berkurangnya menteri dari parpol dan sebagainya itu adalah spekulasi di ruang publik," ujar Arsul.
"Bagi PPP itu biar jadi spekulasi saja, meramaikan media kita. Namun PPP tidak akan menanggapi hal yang dasarnya adalah spekulasi," imbuhnya.
Baca: Sekjen PPP: Belum Ada Pertemuan Presiden dengan Para Ketum Parpol soal Reshuffle
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memastikan mengatakan reshuffle adalah salah satu instrumen presiden dalam mengevaluasi kinerja menteri.
"Reshuffle kabinet selain menjadi hak prerogatif Presiden juga sebagai instrumen yang dipakai untuk mengevaluasi kinerja menteri," kata Hasto.
Ia menilai wajar Presiden Jokowi marah dan menegur jajaran Kabinet Indonesia Maju.
Menurut Hasto, koordinasi, kerja sama antarkementerian, dan inisiatif kebijakan seharusnya dikedepankan di tengah
pandemi ini.
"Ada beberapa pihak yang cenderung mencari aman dan tidak mengambil prakarsa, sehingga wajar jika Presiden sampai melakukan evaluasi terhadap kinerja para menteri," kata Hasto. (tribun network/mal/mam/dit)