KPAI Khawatirkan Kondisi Anak-anak yang Ikut Aksi PA 212 Ganyang Komunis
Bukan hanya itu, dalam aksi massa, ujaran dan perkataan keras terlontar bahkan mengarah kepada kebencian sesama.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengumumkan hasil pemantauannya bahwa anak-anak masih dilibatkan dalam aksi massa di tengah pandemi Covid-19 di wilayah zona merah, yakni DKI Jakarta dan Tangerang, pada hari ini.
Menurut Komisioner KPAI, Jasra Putra, anak-anak nampak dari yang bayi, anak kecil, hingga remaja, terlibat di dalam aksi itu.
"Dari ribuan peserta yang hadir pada aksi massa di dua lokasi, 15 sampai 20 persen peserta apel akbar adalah anak-anak. Artinya sudah kesekian kali anak-anak terlibat aksi tanpa sanksi yang tegas," kata Jasra Putra dalam keterangannya, minggu (15/7/2020).
Baca: PA 212: Kami Minta Pengusul RUU HIP Diseret ke Ranah Hukum
Pada hari ini, Persaudaraan Alumni 212 melaksanakan apel siaga dengan tajuk 'Ganyang Komunis' di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta.
Kerumunan massa juga ditemukan di Tangerang, Banten.
"KPAI menyayangkan keberadaan panitia, orator dan tokoh acara yang berada dalam keteduhan panggung dan anak anak dalam terik panas," kata Jasra.
Lebih lanjut, pihaknya menilai situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta harusnya dipatuhi peserta aksi.
Baca: Kasus Bendera PDIP Dibakar, Megawati Minta Kader Rapatkan Barisan, PA 212: Silakan Ambil Jalur Hukum
Apalagi, data anak yang positif covid-19 per 16 Juni 2020 telah mencapai 3.155 anak dengan rincian umum 0-5 tahun ada 888 anak, dan 2267 di usia 6-17 tahun.
Pemandangan di lapangan juga memperlihatkan ada orang tua yang bermasker dan ada yang tidak.
Begitupun balita, ada yang bermasker dan tidak.
Bukan hanya itu, dalam aksi massa, ujaran dan perkataan keras terlontar bahkan mengarah kepada kebencian sesama.
Baca: Berkah di Balik Polemik RUU HIP, Mereka yang Awalnya Pro-Negara Agama Kini Jadi Jubir Pancasila
Hal ini tentu memberi dampak buruk kepada perkembangan jiwa anak-anak ke depan.
"Apalagi kalau terus tumbuh subur di komunitasnya atau aksi-aksi berikutnya. Tanpa penjelasan dan pendampingan. Seperti kata menghalalkan sembelih orang, sembelih komunis, menjadi kata terbanyak yang disampaikan pada aksi tersebut. Sehingga paparan kekerasan dalam bentuk verbal tak terhindarkan ditelan anak mentah-mentah," bebernya.