Kisah Jenderal Hoegeng Iman Santoso Aktifkan HT 24 Jam Hingga Dibawa Tidur Pantau Keadaan Masyarakat
Nama Kapolri periode 1968-1971 Jenderal Hoegeng Iman Santoso tidak asing di telinga masyarakat Indonesia.
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Kapolri periode 1968-1971 Jenderal Hoegeng Iman Santoso tidak asing di telinga masyarakat Indonesia.
Jenderal Hoegeng Iman Santoso melegenda dikenal sebagai sosok polisi yang jujur dan berintegritas.
Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit, putra dari Jenderal Hoegeng Iman Santoso menceritakan bagaimana ayahnya semasa hidup.
Jenderal Hoegeng mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolri dengan penuh kedisiplinan.
Selain itu, Jenderal Hoegeng juga mengabdikan hidupnya untuk masyarakat.
Baca: Sosok Jenderal Hoegeng di Mata Putranya dan HT Kepolisian yang Aktif 24 Jam, Dibawa Tidur
Terbukti dari kebiasaan Hoegeng yang tidak pernah meninggalkan Handy Talky (HT) kepolisian yang dipegangnya ketika bepergian atau beraktivitas.
"Kalau dulu masih dinas, beliau setiap sore kalau ada waktu senggang, itu beliau pasti keliling pakai sepeda, dan tidak pernah ketinggalan HT-nya," kata Didit saat berbincang dengan Tribunnews.com, Selasa (6/7/2020).
Hoegeng, lanjut Didit, selalu membawa HT-nya karena ingin selalu jadi orang pertama tahu tetang peristiwa yang terjadi di masyarakat.
HT kepolisian milik Hoegeng aktif selama 24 jam.
Baca: Cerita Lengkap Jenderal Hoegeng Menolak Memberi Surat Izin Kepada Putranya yang Daftar ke Akabri
Tidak pernah berhenti berbunyi, selalu ada laporan.
Didit mengatakan, karena selalu ingin jadi yang pertama tahu apa yang terjadi di masyarakat, sampai-sampai Hoegeng membawa HT-nya saat tidur.
"Itu HT di rumah dulu itu 24 jam tidak berhenti. Sampai di samping tempat tidur beliau pun, HT itu. Jadi dia tahu setiap masalah yang terjadi di masyarakat," ujar Didit.
Baca: Jenderal Polisi Hoegeng Berpandangan Jabatan Seperti Pedang Bermata Dua, Apa Maksudnya?
Namun, di baliki semua itu, menurut Didit, Hoegeng merupakan pribadi yang humoris.
"Beliau orangnya sangat humoris. Humoris sekali, tapi jangan sekali-kali kita humor dalam dia berseragam. Tidak laku Pak. Di situ keluar sikap beliau sebagai abdi negara yang membedakan antara hubungan keluarga dan kedinasan," kata Didit.
Makamnya Tak Pernah Sepi dari Peziarah
Makam Jenderal Polisi (Purn) Drs Hoegeng Imam Santoso yang berlokasi di Tempat
Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tidak pernah sepi didatangi para peziarah.
Para peziarah datang dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan dari luar negeri.
Hoegeng Iman Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada 14 Oktober 1921 dan wafat di Jakarta pada 14 Juli 2004 di usianya yang ke-82.
Baca: 30 Tahun Bertugas, Ini Cerita Nani Penjaga Makam Jenderal Hoegeng di Bogor : Beliau Orangnya Baik
Penjaga makam TPBU Giri Tama, Nani Nisun mengatakan, peziarah yang datang ke makam Kapolri ke- 5 tersebut menganggap sosok Hoegeng Imam Santoso semasa hidupnya sebagai pribadi yang baik dan sederhana.
"Setiap orang yang datang untuk berziarah ke makam beliau, pasti orang-orang bercerita kalau beliau adalah orang yang paling jujur," ujarnya Nani Nisum dalam perbincangan dengan TribunnewsBogor.com.
Karena sikap yang rendah hati semasa hidupnya, tak heran Hoegeng begitu dihormati.
Nani Nisun menuturkan, peziarah yang datang ke makam Jenderal Hoegeng tidak hanya berasal dari dalam negeri.
Baca: Sosok Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Dipensiunkan Soeharto, Kini Diusulkan jadi Pahlawan
"Tidak hanya orang Indonesia, orang Jepang juga sering datang untuk melihat dan mendoakan beliau di makam ini. Mereka menilai pak Hoegeng memiliki pribadi yang baik dan tegas," jelasnya.
Tak hanya itu, Nani mengungkap, jika ada peziarah dari luar negeri, maka pihak keluarga Hoegeng Imam Santoso akan langsung datang mendampingi peziarah sebagai bentuk penghargaan.
"Keluarga pak Hoegeng ini sangat baik. Kalau ada peziarah dari Jepang, Belanda atau luar negeri lainnya, pasti pihak keluarga menyempatkan waktu hadir untuk mendampingi," ungkapnya.
Baca: Kisah Jenderal Hoegeng, Polisi Lurus yang Dicopot dari Kursi Kapolri Usai Ungkap Penyelundupan Mobil
Nani mengakui makam Hoegeng setiap harinya tidak pernah sepi dari peziarah yang sengaja datang untuk mendoakan.
"Yang datang untuk berziarah dari mana saja dan berbagai kalangan, tidak pernah sepi dari bunga," kata dia.
Pihak Kepolisian kerap melakukan upacara penghormatan di makam Jenderal Hoegeng.
"Kemarin ada upacara dari pihak Kepolisian. Jadi setiap tahun ada empat kali upacara. Itu dari veteran, Kapolri, Yayasan dan yang satu lagi saya lupa dari mana. Pokoknya setahun ada empat kali upacara yang saya tahu," paparnya.
Terkait publik figur, Nani juga mengungkap artis yang datang untuk mendoakan almarhum Hoegeng.
"Kalau artis, banyak juga yang datang berziarah. Termasuk Indro Warkop. Beliau sering datang juga untuk mendoakan almarhum pak Hoegeng," paparnya.
Nani bekerja sebagai penjaga makam sejak tahun 1978.
"Saya sangat senang dipercaya untuk menjaga kebersihan makam pak Hoegeng. Beliau orang baik, keluarganya juga sangat baik kepada semua orang. Termasuk kepada saya yang bertugas menjaga makam ini," kata dia.
"Sebenarnya makam pak Hoegeng tadinya biasa saja. Ketika itu, Kapolri Dai Bachtiar datang menggunakan Helikopter, meminta makam pak Hoegeng dibuatkan pendopo. Setiap yang datang berziarah ke makam beliau, pasti bercerita kalau beliau adalah orang yang paling jujur," ungkapnya.
Nanti juga menceritakan, sebelum Jenderal Hoegeng berpulang menghadap sang pencipta, sudah memesan pemakaman di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang.
Ketika itu Jenderal Hoegeng datang bersama istrinya.
"Beliau memesan dan membeli untuk lima makam di sini," ujar Nani Nisum.
Nani menjelaskan lima makam yang dipesannya tersebut diperuntukkan kepada keluarganya.
"Membeli lima makam yang tadinya berupa tanah kosong ini untuk keluarganya. Untuk tahunnya sendiri saya kurang ingat," jelasnya.
Dikutip dari Wikipedia, Hoegeng Imam Santoso masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937).
Setelah itu, ia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940.
Sewaktu pendudukan Jepang, ia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943).
Setelah itu ia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946).
Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
Di luar dinas kepolisian Hoegeng terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors.
Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele. (tribun bogor/Yudistira Wanne)