Maria Pauline Telah Ditangkap, Djoko Tjandra dan Harun Masiku Kapan?
Hal ini dikarenakan nama Joko pernah dicoret dari daftar cekal, sehingga tersangka kasus Bank Bali itu bisa melenggang bebas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai ekstradisi tersangka pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa hanya kedok untuk menutupi malu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly atas kinerjanya selama ini.
Pasalnya, beberapa waktu lalu Dirjen Imigrasi yang berada di bawah kepemimpinan Menkumham Yasonna kecolongan setelah buron kasus Bank Bali Djoko Tjandra bebas keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
"Ekstradisi Maria Pauline adalah menutupi rasa malu Menteri Yasonna atas bobolnya buron Djoko Tjandra, dan menghilangnya Harun Masiku hingga saat ini yang belum tertangkap," kata Boyamin, Kamis (9/7/2020).
Baca: Yasonna Laoly: You Can Run but You Cant Hide
Boyamin menilai ada masalah yang perlu dibenahi, dimana ekstradisi Maria Pauline Lumowa menunjukkan cekal akibat DPO adalah abadi hingga tertangkap, meskipun tidak ada kabar kelanjutan proses hukum dari Kejaksaan Agung selaku penegak hukum.
"Karena senyatanya Maria Pauline Lumowa status tetap cekal sejak 2004 hingga saat ini," katanya.
Sementara, menurut Boyamin, perlakuan terhadap Joko Tjandra terkesan berbeda.
Hal ini dikarenakan nama Joko pernah dicoret dari daftar cekal, sehingga tersangka kasus Bank Bali itu bisa melenggang bebas.
"Hal ini membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Joko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada tanggal 12 Mei 2020, SP 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Padahal tidak ada permintaan hapus oleh Kejagung yang menerbitkan DPO," tuturnya.
Boyamin menegaskan publik menuntut keseriusan pemerintah menangkap buronan lain, seperti Djoko Tjandra, Harun Masiku, Eddy Tansil, hingga Honggo Wendratno.
Ia pun meminta pemerintah mencabut paspor para buron dan mendesak negara lain yang memberikan paspor untuk juga mencabutnya.
"Jika buron tertangkap cukup diterbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor [SPLP] sekali pakai untuk membawa pulang ke Indonesia," ujarnya.
Di lain pihak, Yasonna menerangkan kedatangan Djoko Tjandra tak terekam dalam data perlintasan sistem keimigrasian. Ia mengklaim bersama Kejagung tengah memburu Djoko Tjandra yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima (EGP).
"Tentang Djoko Tjandra, Kejaksaan sedang memburu, kita bekerja sama. Kemarin ada info masuk di Indonesia, kita cek data perlintasan sama sekali enggak ada. Biar jadi
penelitian selanjutnya," kata Yasonna kemarin.
Sementara terkait Harun Masiku, Yasonna pernah menyampaikan jika saat itu terjadi perbaikan sistem keimigrasian ketika Harun Masiku tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada awal Januari 2020.
Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengapresiasi keberhasilan pemerintah menghadirkan Maria Pauline Lumowa (MPL) untuk menghadapi proses hukum atas tindak kejahatan yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2002-2003.Dia menilai, upaya yang dilakukan oleh pemerintah merupakan konsistensi untuk mengejar para pelaku kejahatan kerah putih kemanapun mereka berada.
"Hingga saat ini meski berbiaya besar dan membutuhkan tenaga, pemerintah telah berhasil untuk menghadirkan pelaku kejahatan kerah putih yang bermukim di negara lain untuk menghadapi proses hukum di Indonesia." ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) ini.
Terhadap MPL dia menjelaskan, pemerintah pernah meminta ekstradisi atas dirinya ke pemerintah Belanda.
Namun dia menjelaskan, pemerintah Belanda tidak dapat memenuhi permintaan tersebut mengingat MPL sejak tahun 1979 telah menjadi WN Belanda.
"Sistem hukum Belanda tidak memungkinkan warganya sendiri untuk diekstradisi," jelasnya.
Untuk itu, imbuh dia, pemerintah Belanda menawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengalihkan proses persidangan di Belanda.
"Dari perspektif otoritas Indonesia hal ini menyulitkan dan memakan biaya. Sehingga tidak direalisasikan," paparnya.
Satu hal yang perlu dicatat dan diapresiasi kata dia, NCB Interpol Indonesia (Polri) telah memasukkan nama MPL dalam red notice.
Hal inilah menurut dia, yang memungkinkan otoritas Serbia untuk melakukan penahanan atas MPL pada bulan Juli 2019 saat mengunjungi negara tersebut.
Otoritas di Indonesia melalui Central Authority pun sigap menindaklanjuti penahanan yang dilakukan oleh otoritas Serbia.
"Ini semua berujung pada handing over MPL dari otoritas Serbia ke otoritas Indonesia yang dipimpin oleh Menkumham," jelasnya.
Namun ia memberikan catatan bahwa keberhasilan ini tentu harus diikuti dua hal.
Pertama, memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang berat.
Dan terakhir, kata dia, memastikan pengembalian aset atas kejahatan yang dilakukan. (tribun network/ham/mal)