Cegah Krisis Makin Dalam, Ekonom INDEF: Dana Kartu Prakerja Lebih Baik Dialihkan ke Bansos Tunai
Bhima Yudhistira pun menyarankan pemerintah untuk menyalurkan secara cepat dana bantuan sosial (bansos) yang telah dianggarkan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) saat ini memang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi secara global, bahkan krisis ini diprediksi akan berdampak lebih parah dari tahun 1998 silam.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira pun menyarankan pemerintah untuk menyalurkan secara cepat dana bantuan sosial (bansos) yang telah dianggarkan.
Baca: Jokowi Sebut Ekonomi saat Ini Mengerikan, Ekonom INDEF: Lebih Parah dari 1998
Baca: Ekonom Prediksi Pemulihan Ekonomi Indonesia Cenderung Berbentuk Kurva U dan L
Tentunya berdasar pada data yang valid, agar program ini tepat sasaran.
"Untuk jaga daya beli masyarakat, bansos harus lebih cepat disalurkan dengan data yang valid," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Jumat (10/7/2020).
Ia juga menilai ada beberapa program stimulus yang tidak tepat dan kurang bermanfaat bagi masyarakat yang terdampak pandemi corona.
Satu diantaranya yang paling disorot adalah pemanfaatan Kartu Prakerja.
Menurutnya, untuk situasi seperti saat ini, masyarakat lebih membutuhkan bantuan dana bansos untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
"Terakhir, rombak total program stimulus yang tidak tepat, bahkan jatuh ke pemborosan, misalnya kartu prakerja itu, sudahlah dioper saja dananya ke bansos tunai," tegas Bhima.
Selain itu, Bhima melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu melakukan perombakan pada kabinetnya yang dianggap kurang kompeten dalam menangani pandemi berujung krisis ini.
"Terakhir solusi final, segera ganti menteri yang tidak kompeten," jelas Bhima.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut krisis yang terjadi saat ini 'mengerikan'.
Para ekonom pun menyampaikan prediksi mereka terkait seperti apa bentuk kurva pemulihan ekonomi tanah air.
Bhima pun pesimis ekonomi Indonesia akan pulih dengan bentuk V shape.
Hal itu karena sejak awal, pembentukan kabinet Indonesia Maju tidak dipersiapkan untuk menghadapi krisis ekonomi.
"Tantangannya, apakah bisa ekonomi Indonesia pulih seperti bentuk V shape? Nampaknya sulit, karena kabinet dibentuk bukan untuk antisipasi krisis melainkan kabinet akomodatif secara politik," papar Bhima.
Selanjutnya, dalam menangani dampak corona yang berimbas pada terjadinya krisis ekonomi ini, realisasi stimulus pemerintah terhadap sejumlah sektor pun dinilai lamban.
Yang paling 'mencolok', kata dia, adalah lambannya realisasi untuk bidang kesehatan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Kemudian realisasi stimulus cenderung lambat terutama di bidang kesehatan dan UMKM," kata Bhima.
Bhima bahkan mengibaratkan krisis yang dialami Indonesia saat ini seperti 'kapal yang nyaris karam'.
"Ibarat ekonomi, kapal hampir karam, tapi awak kapal tidak punya senses of crisis," tutur Bhima.
Oleh karena itu, ia menilai bentuk kurva yang diprediksi terjadi nantinya adalah model U hingga L.
"Jadi proyeksi model pemulihan akan berbentuk U bahkan L, di mana pertumbuhan paska pandemi sulit untuk kembali ke level 5 persen," pungkas Bhima.
Perlu diketahui, model kurva U menunjukkan grafik pemulihan yang bergerak lambat, meskipun pada akhirnya mampu kembali seperti sebelum terjadinya krisis.
Sedangkan model kurva L menunjukkan dampak yang lebih parah yakni saat ekonomi jatuh dalam krisis, pemulihannya lambat, bahkan ekonominya tidak bisa kembali seperti semula.