Aktivis Perempuan Minta Korban Catcalling Jangan Malu dan Berani Melapor
Aktivis Perempuan dari SPEK-HAM Solo, Fitri Haryani, meminta korban catcalling untuk melapor.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Menurut Fitri, catcalling termasuk bagian dari bentuk kekerasan seksual.
"Bagian dari pelecehan seksual, dan sebenarnya nggak hanya untuk perempuan saja sasarannya, laki-laki pun bisa mengalami catcalling. Cuma selama ini kan lebih banyak dialami perempuan."
"Kembali lagi tadi definisi dari kekerasan seksual, dalam definisinya tidak menyebutkan jenis kelamin tertentu ataupun soal orientasi tertentu tetapi menyebutnya setiap orang jadi ini berlaku pada semua."
"Pada prinsipnya kebijakan (RUU PKS) bagian dari upaya untuk perlindungan secara khusus pada setiap orang atas serangan yang menyasar seksualitas seseorang," urainya.
Fitri menjelaskan meskipun termasuk dari kekerasan seksual secara verbal, selama ini catcalling belum ditangani secara maksimal.
"Selama ini penanganan catcalling yang dilakukan saat sekarang baru sebatas pengaduan di ke polisian saja, itupun masih butuh proses panjang," tambahnya.
Fitri berpendapat hal di atas tidak terlepas dari belum adanya payung hukum yang secara spesifik mengatur catcalling ini.
"Di KUHAP kan belum ada secara spesifik berbicara tentang unsur maupun tindak perkara tersebut, jadi prosesnya sering terhambat dikarena bukti penguat unsur tindak perkara tersebut lemah."
"Nah hal tersebut kemudian banyak korban yang enggan untuk melapor," beber Fitri.
Baca: Jika Sudah Disahkan, RUU PKS Bisa Polisikan Orang Siul-siul Goda Perempuan
Sejarah Panjang RUU PKS
Fitri membeberkan perjuangan untuk mengesahkan RUU PKS sudah berlangsung puluhan tahun.
Bahkan perjuangan untuk mengawal RUU ini sudah dilakukan oleh para aktivis dan lembaganya sejak 19 tahun yang lalu.
"Dimulai tahun 2001 hingga 2010 melakukan data analisa kasus yang ada Komnas Perempuan dan pada tahun 2014 Komnas Perempuan bersama Forum Pengada Layanan termasuk SPEK-HAM masuk bagian di dalamnya, akademisi serta pakar hukum menyusun draft naskah akdemiknya."
"Selain itu hingga sampai sekarang advokasi kami bersama jejaring layanan bagi korban kekerasan berbasis gender masih tetap dilakukan hingga di akhir tahun 2019 Rancangan tersebut menjadi prioritas DPR RI dan menjadi usulan DPR RI," jelas Fitri.