Pengakuan Saksi Soal Kondisi Jiwasraya dan Pemberitaan Gagal Bayar
Dia menilai, isu itu menjadi sentimen negatif bagi pasar modal, khususnya saham-saham yang masuk di portofolio Asuransi Jiwasraya.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Jakarta Pusat.
Sidang lanjutan beragenda pemeriksaan saksi. Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung menghadirkan Direktur PT PAN Arcadia Asset Management, Irwan Gunari. PT Pan Arcadia Capital merupakan salah satu perusahaan manajer investasi.
Irwan Gunardi sempat menerangkan soal kasus korupsi itu pada saat diperiksa oleh Kejaksaan Agung, pada Rabu 15 Januari 2020.
Baca: Pengacara Terdakwa Kasus Jiwasraya Diperiksa KPK, Kenapa?
Kali ini, Irwan bersaksi untuk kepentingan pembuktian perkara di persidangan.
Di persidangan, Irwan Gurnadi mengungkapkan, pemberitaan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang beredar di masyarakat pada 2018 dinilai memengaruhi anjloknya nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan pelat merah tersebut.
“Pada akhir 2018, saham Jiwasraya mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan berita berita gagal bayar Jiwasraya," ujar Irwan, pada saat memberikan keterangan, pada Kamis (16/7/2020).
Dia menilai, isu itu menjadi sentimen negatif bagi pasar modal, khususnya saham-saham yang masuk di portofolio Asuransi Jiwasraya.
Alhasil, nilai saham yang dipegang BUMN asuransi ini menurun pada periode itu.
“Jadi, isu gagal bayar ini sangat sensitif sekali. Isu negatif ini memengaruhi portofolio investasi saham," kata dia.
Sementara itu, Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), melalui penasihat hukum Kresna Hutauruk, membenarkan apa yang disampaikan oleh saksi Irwan Gunardi.
Baca: Kejaksaan Periksa Mantan Dirut BEJ Terkait Kasus Jiwasraya
Menurut dia, nilai saham bergantung kepada sentimen negatif pasar. Apabila tersebar isu negatif, maka secara otomatis nilai saham anjlok. Dia mengklaim hal itu terjadi pada Jiwasraya.
"Dan itu yang terjadi di Jiwasraya," ujarnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan keterangan seluruh manajer investasi (MI), naik-turun harga saham lumrah terjadi di lantai bursa.
Bahkan, harga saham yang tergolong blue chips atau saham berkapitalisasi besar bisa mengalami penurunan.
Sementara itu, nilai saham yang dikategorikan lapis tiga atau yang berkapitalisasi kecil bisa naik signifikan tanpa diduga. Sehingga, kata dia, saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun. Demikian juga saham yang dimiliki Jiwasraya waktu itu memang nilainya turun semua.
Dia meyakini jika kondisi pasar membaik maka harga-harga saham Jiwasraya ini akan terkerek naik lagi.
Di samping sentimen negatif itu, Kresna mengatakan para MI mengakui anjloknya nilai saham yang dimiliki Jiwasraya di bursa turut dipengaruhi kondisi pasar modal pada 2018. Kinerja indeks harga saham atau IHSG sepanjang tahun itu mengalami penurunan 2,5%.
Penurunan IHSG sepanjang 2018 itu terkait erat dengan sejumlah sentimen negatif di ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5%, depresiasi nilai tukar rupiah, dan defisit neraca perdagangan.
Sentimen lain yang turut memengaruhi kondisi itu adalah kondisi luar negeri seperti perang dagang dan penaikkan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral Amerika Serikat.
"Saya tanya MI, apakah hanya saham IIKP dan TRAM saja yang turun? Ternyata tidak. Karena hampir semua sahamnya turun," ujarnya.
Dia mengatakan kondisi serupa dialami oleh portofolio saham yang dimiliki Asuransi Jiwasraya. Nilai sekitar 100 saham yang dimiliki BUMN itu menurun pada periode tersebut.
Namun, dia menegaskan berdasarkan keterangan MI, kondisi itu bisa berbalik. Menurutnya, kinerja saham-saham milik Asuransi Jiwasraya bisa meningkat lagi bila kondisi ekonomi dan kinerja IHSG membaik.
"Dan itu kesaksian MI yang dihadirkan JPU," terangnya.
Kresna menilai, isu gagal bayar itu menimbulkan sentiman negatif terhadap saham Jiwasraya. Sehingga, saham-saham tersebut tidak lagi diminati investor.
Sentimen negatif berujung pada penarikan dana nasabah secara signifikan (rush) dari saham-saham yang juga dipegang oleh Asuransi Jiwasraya.
“Ini pemantik rush," tambahnya.
Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya sudah sampai ke tingkat persidangan
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, mengumumkan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp 16,8 Triliun.
Upaya merugikan keuangan negara itu dilakukan Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Perbuatan itu dilakukan bersama mantan petinggi PT Jiwasraya, yaitu mantan Direktur Utama, Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.