Gabung di Program Organisasi Penggerak, Tanoto Foundation Bantah Terima Anggaran Negara
Tanoto Foundation membantah menerima kucuran anggaran negara di program ini sebagaimana sinyalemen anggota DPR RI.
Penulis: Yulis
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tanoto Foundation menjadi satu dari ratusan lembaga dan organisasi masyarakat yang direkrut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai pelaksana Program Organisasi Penggerak yang diinisiasi kementerian tersebut.
Namun, Tanoto Foundation membantah menerima kucuran anggaran negara di program ini sebagaimana sinyalemen anggota DPR RI.
"Tanoto Foundation dipilih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menjadi salah satu pelaksana Program Organisasi Penggerak (POP). Tanoto Foundation tidak menerima dana dari pemerintah dan sepenuhnya membiayai sendiri Program Pintar Penggerak ini dengan nilai investasi lebih dari Rp50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022)," ujar Haviez Gautama, Communications Director
Tanoto Foundation dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews, Rabu, 22 Juli 2020.
Dia mengatakan, proses seleksi dilakukan terhadap 324 proposal dari 260 Ormas, di mana terpilih 183 proposal dari 156 ormas.
Dia juga menjelaskan, melalui Program Pintar Penggerak, Tanoto Foundation akan bekerja untuk mengembangkan kapasitas tenaga pengajar di 260 Sekolah Penggerak.
Rinciannya, 160 Sekolah Dasar dan 100 Sekolah Menengah Pertama) rintisan di empat kabupaten, yakni Kampar (Riau), Muaro Jambi (Jambi), Tegal (Jawa Tengah) dan Kutai Barat (Kalimantan Timur).
Baca: LP Maarif PBNU Ikut Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
"Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen yang bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lainnya dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia sejak 1981. Tanoto Foundation bukan CSR karena tidak menggunakan dana operasional perusahaan dan dikelola secara independen dan terpisah dari kegiatan bisnis," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi X DPR mempertanyakan masuknya dua organisasi sosial yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dalam Program Organisasi Penggerak.
Baca: Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud
“Kami tidak memungkiri jika program organisasi penggerak bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan.
Kendati demikian, harus digarisbawahi bahwa program organisasi penggerak juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang pendidikan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Selasa (21/7/2020).
Huda menjelaskan semangat Program Organisasi Penggerak merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang Pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia.
Untuk mendukung program ini maka Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp 600 miliar.
Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih.
“Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” katanya.
Berdasarkan data tersebut, kata Huda, juga diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos sebagai Organisasi Penggerak.
Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah. Untuk kategori ini organisasi penggerak bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp20 miliar per tahun dengan sasaran lebih dari 100 sekolah baik jenjang PAUD/SD/SMP.
“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” katanya.
Politikus PKB ini merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru.
Menurutnya, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Seharusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.
“Lha ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, Yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” pungkasnya.