Kritisi Perpres Baru Jokowi, Refly Harun: Aspek Ekonomi Lebih Dipentingkan Dibanding Keselamatan
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengkritis Peraturan Presiden No 82 Tahun 2020 yang baru saja diterbitkan Jokowi.
Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengkritis Peraturan Presiden No 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang baru saja diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Terkait terbitnya Perpres No 82 Tahun 2020 itu, Refly mempertanyakan status Darurat Kesehatan Masyarakat dan Darurat Bencana Nasional yang pernah ditetapkan Jokowi.
Pasalnya, hingga saat ini, status Darurat Kesehatan Masyarakat dan Darurat Bencana Nasional itu belum dicabut.
Baca: Nasdem Respons Positif Perpres 82/2020: Ancaman Covid-19 dan Ekonomi Nyata di Depan Mata
Padahal, lanjut Refly, status daurat ituah yang kemudian menjadi legitimasi Kementerian Kesehatan dan BNPB melakukan tindakan darurat yang dalam tanda kutip melanggar hak asasi manusia semisal larangan bepergian.
Sementara posisi Kementerian Kesehatan dan BPPB tidak menjadi leading sektor dari kondisi darurat tersebut.
"Karena negara dalam keadaan darurat, misalnya penggunaan dana bencana apa dibolehkan? Pertanyaannya apakah dana itu bisa digunakan dimana kepalanya menjadi bagian dari komite, di bawah (Menteri BUMN) Erick Thohir," kata Refly dalam video yang diunggah di akun Youtuenya, Rabu (22/7/2020).
Refly melanjutkan, struktur komite dalam Perpres juga memperlihatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih mementingkan aspek ekonomi dibanding aspek keselamatan warga.
"Struktur ini tidak membuat BNPB jadi leading sektor, tidak membuat Kemenkes jadi leading sektornya. Leading sektornya menteri perekonomian. Kelihatan betul aspek ekonomi lebih dipentingkan oleh pemerintahan Jokowi dibandingkan aspek keselamatan manusia," beber Refly.
Baca: Jokowi Siap Keluarkan Perpres Untuk Tangani TBC di Indonesia
Lebih lanjut, Refly juga menyoroti bagaimana Komite yang dibentuk Jokowi ini bakal mengambil kebijakan kedepannya.
Ia juga mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang telah dibubarkan termasuk segala hal yang dikelola.
"Semua dana yang telah dikeluarkan oleh satuan tugas yang di BNPB, semua regulasi yang sudah dikeluarkan, semua dana yang sudah dipakai, itu bagaimana? Tidak hanya itu, bagaimana dengan dana yang sudah terkumpul. Bagaimana pertanggungjawabannya siapa yang akan mengontrolnya karena itu dana masyarakat harus ada transparansi penggunaan," ujar Refly.
Terakhir, Refly mengingatkan Jokowi agar Perpres baru tersebut tidak menyebabkan tumpang tindih.
Baca: Bubarkan 18 Lembaga Negara, Jokowi akan Terbitkan Perpres Baru
Selain itu ia mengingatkan perlunya transparansi agar saat diaudit oleh BPK dan KPK tidak ada masalah.
"Harus jelas dan tegas, jangan sampai kemudian akhirnya tumpang tindih nggak karuan dan kemudian tiba tiba KPK-nya menjadi galak, BPK-nya kembali galak, begitu diaudit bermaslaah semua," ujar Refly.
(*)