Komisi X DPR Segera Panggil Nadiem Makarim Jelaskan Kontroversi Program Organisasi Penggerak
Mundurnya organisasi selevel Muhammadiyah dan NU dari POP tentu menjadikan hal ini juga patut dipertanyakan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan mengatakan pihaknya sudah sepakat akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim setelah masa reses selesai.
Pemanggilan itu terkait Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan menjadi bahan perbincangan masyarakat beberapa hari terakhir.
Terutama karena Muhammadiyah dan LP Ma'arif NU mundur dari program tersebut.
"Komisi X sudah sepakat nanti akan segera memanggil mas menteri," ujar Dede, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (23/7/2020).
"Poinnya adalah kita nggak jelas kriteria Program Organisasi Penggerak seperti apa, sehingga akhirnya bisa memasukkan perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dengan CSR," kata dia.
Baca: Politikus PPP Sebut Program Organisasi Penggerak Kemendikbud Belum Punya Landasan Hukum
Mundurnya organisasi selevel Muhammadiyah dan NU dari POP tentu menjadikan hal ini juga patut dipertanyakan.
Dede juga sempat membaca berita bahwa LP Ma'arif NU dihubungi secara mendadak untuk menyiapkan berkas agar masuk dalam POP.
"Mereka dikatakan dihubungi mendadak sekali hanya dua hari suruh nyiapin berkas-berkas. Tiba-tiba nggak masuk, tiba-tiba ditelpon lagi masuk, jadi kayak main-main. Masa organisasi sekelas NU dibikin kaya sisipan-sisipan aja hanya supaya ada. Ini kan jadi pertanyaan bagi kita," jelasnya.
Politikus Demokrat itu juga mengatakan pihaknya akan mengecek organisasi apa saja yang masuk dalam POP.
Menurutnya itu penting dilakukan guna mengetahui kriteria masuknya organisasi tersebut.
"Kemudian dari 150 sekian organisasi yang masuk kan mesti kita cek juga, organisasi apa aja itu. Kita berhak tahu karena dana negara ini yang dipakai dan yang dibagi-bagi ini dana negara. Kriterianya apa sih," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pengunduran diri tersebut dilayangkan melalui surat kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud. Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kasiyarno, organisasi Islam tersebut menyatakan mundur dari POP.
"Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud RI, dengan ini kami sampaikan bahwa persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut seperti pernyataan terlampir," tutur Kasiyarno melalui surat tersebut.
Dalam pernyataan sikapnya, PP Muhammadiyah menilai ada ketidakjelasan dalam penentuan organisasi masyarakat yang lolos.
"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," tutur Kasiyarno.
Meski menyatakan mundur, Muhammadiyah berkomitmen tetap membantu pemerintah di bidang pendidikan.
"Pertimbangan tersebut menjadi dasar kami, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI," ucap Kasiyarno.
LP Ma'arif NU Ikut Mundur
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) turut mengundurkan dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Ketua LP Ma'arif NU Arifin Junaidi mengatakan keputusan ini diambil lewat rapat yang digelar pada hari ini, Rabu (22/7/2020).
"LP Maarif NU PBNU mundur dari program tersebut," ujar Arifin saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (22/7/2020).
Baca: Dikritik Muhammadiyah dan NU, Kemendikbud Ungkap Ada 3 Skema Pembiayaan Program Organisasi Penggerak
Arifin mengatakan keputusan ini diambil atas beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama karena hasil seleksi tidak mencerminkan konsep dan kriteria yang jelas.
"Organisasi penggerak yang lolos evaluasi proposal tidak jelas kriterianya. Sehingga tidak adanya pembeda dan klasifikasi antara lembaga CSR dengan lembaga masyarakat yang layak dan berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," ucap Arifin.
Menurut Arifin, selama ini LP Maarif NU telah melakukan pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah sebanyak 15 persen dari 45.000 Sekolah atau Madrasah.
Sehingga LP Ma'arif NU memutuskan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak dan fokus pada pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah.
Arifin menyarankan Kemendikbud untuk menghentikan Program Organisasi Penggerak karena rentan permasalahan di kemudian hari.
"Karenanya LP Maarif NU PBNU meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meninjau kembali keputusan tersebut. Agar kedepannya tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan," pungkas Arifin.