Najwa Shihab Dinilai Memojokkannya, Anita Kolopaking: Seakan-akan Saya Berbuat di Luar Koridor Hukum
Anita Kolopaking, pengacara buron Djoko Sugiarto Tjandra, menegaskan telah bertindak menangani kasus tersebut sesuai koridor hukum di Indonesia.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Anita Kolopaking, pengacara buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra, menegaskan telah bertindak menangani kasus tersebut sesuai koridor hukum di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan dirinya saat hadir menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, ditayangkan YouTube Najwa Shihab, Kamis (23/7/2020).
Sebelumnya, pembawa acara Najwa Shihab memberikan pertanyaan, "Apakah Bu Anita membayar sehingga membantu pengurusan kliennya (Djoko Tjandra) dan sebagainya?," tanyanya.
Pertanyaan tersebut pun dilontarkan kepada Otto Hasibuan Ketua Dewan Pembina Peradi Jakarta Timur.
"Saya ingin tahu sebagai advokat apakah praktek seperti itu adalah hal yang biasa? diminta membantu klien untuk mengurus hal-hal yang mungkin saja berpotensi melanggar hukum," tanya Najwa Shihab.
Otto Hasibuan pun memberikan tanggapannya.
Dirinya mengatakan tidak bisa memposisikan dirinya untuk mempersoalkan apa yang dilakukan oleh Anita Kolopaking.
Tapi Otto secara umum memberikan penjelasannya.
"Bahwa kita itu sebagai penegak hukum sebagai advokat menghindari tindakan yang melanggar hukum, tentunya bagaimanapun dalam membela klien kita tidak mungkin melakukan perbuatan yang melanggar hukum," katanya.
Baca: Kuasa Hukum Sebut Djoko Tjandra Tak akan Mau ke Indonesia, Ini Alasannya
Baca: Ancaman Pasal Berlapis bagi Pihak yang Siapkan Surat Jalan dan Bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra
"Jadi kalau Nana tadi bertanya apakah biasa melakukan hal melanggar hukum sebagai seorang advokat, saya mengatakan itu tidak biasa."
Kemudian terkait kinerja Anita Kolopaking yang menjadi pengacara hukum Djoko Tjandra, Otto menjawab tidak tepat dirinya memberikan penilaian terhadap teman sejawatnya.
Otto mengatakan apabila rekan sesama advikat diketahui melanggar hukum, dalam kode etik memang tidak bisa hal tersebut dibuka di ruang publik.
Namun dirinya dapat melaporkannya kepada dewan kehormatan.
"Jadi saya tidak bisa dalam posisi mengomentari yang dilakukan Anita Kolopaking, saya hanya bisa memberikan penjelasannya secara umum," pungkasnya.
Anita Kolopaking pun memberikan tanggapannya, namun dirinya lebih menanggapi soal pertanyaan yang dilontarkan Najwa Shihab.
"Yang mau saya tanggapi adalah pertanyaannya Najwa Shihab, pertanyaannya itu memojokkan saya."
"Justru seakan-akan saya telah melakukan perbuatan di luar koridor hukum," katanya.
Dirinya pun menegaskan bahwa sama sekali tidak berbuat di luar koridor hukum saat menangani kasus Djoko Tjandra.
Bahkan wanita itu mengatakan sangat senang sekali ketika Djoko Tjandra dapat datang ke Indonesia memenuhi syarat hukum.
"Tujuan saya dia harus hadir untuk memenuhi syarat PK dan ini adalah usaha saya untuk menghadirkan beliau," katanya lagi.
Dirinya meyakini kasus perkara Djoko Tjandra tersebut adalah perkara yang dikriminalisasi.
Dan rupanya di acara Najwa Shihab pun Anita Kolopaking sudah membujuk Djoko Tjandra untuk datang ke Indonesia.
Najwa Shihab juga sempat meminta kepada Anita Kolopaking untuk menghubungi Djoko Tjandra, bahkan membujuk sang buronan untuk berbicara di Mata Najwa.
Namun Djoko Tjandra tidak bersedia.
Anita Kolopaking mengatakan berkali-kali sudah berupaya membujuk Djoko Tjandra untuk datang ke Indonesia bahkan sejak pertama kali bertemu.
"Tapi Beliau mengatakan saya tidak akan pulang ke Indonesia sebelum hukum saya jelas, karena saya merasa dikriminalisasi oleh kekuasaan pada saat itu, banyak tekanan-tekanan," terangnya menirukan apa yang dikatakan Djoko Tjandra.
Terkait hal tersebut, Anita menyebut termasuk tekanan dari oknum aparat, dan meminta Djoko Tjandra untuk melaporkan.
Tama S. Langkun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW memberikan pendapatkan bahwa perkara Djoko Tjandra adalam cerminan upaya dari kedaulatan hukum di Indonesia itu sendiri.
"Saya berbicara diluar bujuk - membujuk, perdebatan dan lainnya, bahwa ini adalah kedaulatan hukum," imbuhnya.
Hal tersebut menurut dia berbicara soal bagaimana kedaulatan negara yang melaksanakan hukum.
Dirinya juga mengkritisi soal proses Djoko Tjandra masih berkeliaran, bahkan ke luar negeri.
"Prosesnya dari bidang keimigrasian, bagaimana bisa seseorang yang sudah diputus oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi bisa mendapatkan paspor? Itu poin lain yang menurut saya perlu digali," terangnya.
Dan juga poin-poin lainya yang membuat proses hukum Djoko Tjandra tersendat.
Di mana Keberadaan Djoko Tjandra?
Juru Bicara Kementerian Luar ( Kemenlu) Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, pemerintah masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk memastikan keberadaan buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra di Malaysia.
Ia mengatakan, Kemenlu baru mengetahui keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia hanya melalui penasehat hukum sang buron.
Untuk itu, pihaknya akan menjalani serangkaian proses untuk memastikan kebenaran kabar tersebut.
Baca: Polri Terbitkan SPDP Brigjen Prasetijo Utomo Soal Pemalsuan Surat Buronan Djoko Tjandra
"Bahwa informasi mengenai keberadaan Saudara Djoko Tjandra sama-sama kita dapatkan dari penasehat hukum yang bersangkutan yang menyebutkan bahwa saat sekarang yang bersangkutan Saudara Djoko Tjandra berada di Malaysia," kata Faizasyah dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, Kamis (23/7/2020).
"Namun tentunya untuk bisa memastikan ini ada suatu proses yang harus kita jalani lebih lanjut," sambung dia.
Djoko Tjandra Ia menyatakan, Kemenlu berkomitmen membantu aparat penegak hukum Indonesia yang berupaya menangkap dan memulangkan Djoko Tjandra ke tanah air.
Kemenlu juga akan memfasilitasi para aparat penegak hukum melalui kerja sama hukum yang tersedia apabila dibutuhkan komunikasi antara Indonesia dengan Malaysia.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, Kembali Diperiksa Polisi Hari Ini
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)