Proses Belajar Mengajar Tak Sesuai Harapan, Legislator PAN Soroti Peran Mendikbud
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai tidak mengambil inisiatif untuk mengelola proses belajar mengajar tersebut.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai kegelisahan orang tua siswa terkait pelaksanaan proses belajar mengajar di masa pandemi Covid-19 ini semakin tinggi.
Di satu sisi, mereka ingin agar anaknya segera bisa kembali belajar di sekolah sebagaimana biasanya.
Sementara di sisi lain, kurva penyebaran Covid-19 masih belum turun. Bahkan, kemarin diumumkan kasus positif Corona sudah mencapai lebih 100 ribu orang.
Proses belajar mengajar yang ada saat ini juga dinilai belum ideal sebagaimana yang diharapkan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai tidak mengambil inisiatif untuk mengelola proses belajar mengajar tersebut.
"Saya belum mendengar program belajar mengajar yang disusun oleh Menteri Nadiem Makarim di masa pandemi ini. Begitu juga dengan fasilitas belajar jarak jauh, tidak disediakan sama sekali. Bahkan, mungkin tidak dipikirkan sama sekali. Tidak heran jika kemudian ada banyak anak yang tidak bisa belajar karena ketiadaan fasilitas dan tidak bisa mengakses pelajaran online," kata Saleh kepada wartawan, Selasa (28/7/2020).
Pelaksana harian (Plh) Ketua Fraksi PAN DPR RI itu menyoroti kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Ia mengatakan tidak ada aturan baku yang mengatur pembalajaran jarak jauh.
"Kalau baca dari kebijakan yang ada, Nadiem itu hanya membuat aturan saja. Misalnya, sekolah hanya boleh buka di zona hijau. Kalau belajar fisik, harus begini begitu. Di luar itu, harus belajar dari rumah," katanya.
Baca: Pemerintah Segera Izinkan Pembelajaran Tatap Muka untuk Sekolah di Luar Zona Hijau
"Nah, kalau belajar dari rumah, bagaimana metodenya? Apa sistem yang dipakai untuk menghubungkan guru dan siswa? Apakah hanya menonton video, atau live? Semua itu kelihatannya didasarkan atas prakarsa sekolah secara mandiri. Setiap sekolah berbeda antara satu dengan yang lain. Dan ini telah berlangsung kurang lebih lima bulan," lanjutnya.
Selain itu, Kemendikbud juga tidak memberikan fasilitas apa pun untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh.
Terkesan Kemendukbud menganggap bahwa semua siswa dan orang tuanya memiliki akses untuk belajar online.
Tidak pernah juga kedengaran kalau Kemendikbud memikirkan agar paket data internet tidak memberatkan ekonomi keluarga siswa. Atau paling tidak, seperti di negara tetangga, paket data tersebut disubsidi.
"Di saat-saat seperti ini, semestinya Nadiem menunjukkan kepeloporannya. Apalagi background-nya adalah bisnis online. Walau beda jauh, tetapi sedikit ada kemiripan dengan belajar daring. Setidaknya, mirip karena menggunakan akses internet," ucap Saleh.
"Padahal, anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu besar. Menurut UU, 20 persen dari total APBN adalah untuk pendidikan. Maka jangan heran, anggaran kegiatan program organisasi penggerak (POP) saja mencapai Rp 595 miliar. Di tengah pandemi seperti ini, uang sebanyak itu sangat berarti untuk membantu masyarakat. Sayang sekali tidak dimanfaatkan secara bijaksana," uajr dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.