Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Diduga Ini Penyebab Maraknya Penyelundupan Benih Lobster

Biaya kargo yang dikenakan perusahaan tersebut sangat tidak lazim karena dihitung per ekor tidak seperti umumnya per kilogram

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Diduga Ini Penyebab Maraknya Penyelundupan Benih Lobster
Dedy Kurniawan/Tribun Medan
Lobster dari Langkat 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja menilai penunjukan tunggal satu perusahaan jasa angkutan pesawat (cargo/freight forwarders) untuk pengiriman benih lobster berpotensi menyalahi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat.

Disebutkan dalam undang-undang tersebut baik pemberi maupun penerima monopoli diancam pidana maksimal 5 tahun plus denda maksimal Rp100 miliar.

Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pertemuan hari Selasa 2 Juni 2020 di Gedung Mina Bahari IV lantai 15.

Diundang para eksportir benih lobster dan dipertemukan dengan perusahaan Freight Forwarder yang telah ditetapkan KKP khusus untuk jasa angkutan benih lobster ke vietnam.

"Akibatnya kargo udara untuk ekspor benih lobster dimonopoli oleh hanya satu perusahaan Freight Forwarder saja, sehingga ongkos kirim benih lobster yang seharusnya hanya sebesar Rp 50.000/kg atau setara Rp 150 sampai 185/ekor, dipatok menjadi Rp 1.800/ekor," ujar Wayan, Rabu (5/8/2020).

Baca: Dianggap Merugikan Pemerintah, PB NU Minta Ekspor Benih Lobster Dihentikan

Baca: Harga Benih Lobster dari Nelayan Rp 3000, Pengepul Jual Rp 20.000, Edhy Prabowo Terbitkan Aturan Ini

Menurut dia, biaya kargo yang dikenakan perusahaan tersebut sangat tidak lazim karena dihitung per ekor tidak seperti umumnya per kilogram sehingga biaya menjadi sangat tinggi yang jelas memberatkan eksportir.

Berita Rekomendasi

Belum lagi eksportir harus menanggung resiko kematian benih lobster pada proses pengiriman serta menanggung resiko pembayaran yang baru akan ditransfer setelah benih lobster tiba di Vietnam.

Sedangkan masih ada beban lain , yakni PNBP yang harus dibayar dimuka oleh eksportir sebesar Rp 2.000-Rp3.000/ekor, bila ditambah biaya freight forwarder monopoli yang luar biasa tinggi sebesar Rp 1.800 per ekor (seharusnya hanya Rp 150 per ekor) maka beban eksportir dibayar dimuka menjadi Rp 3800-Rp 4800

Wayan menilai kebijakan tersebut kontra produktif terhadap usaha ekspor benih lobster yang telah dilakukan secara legal sehingga membuka peluang ekspor ilegal (penyelundupan) tetap ada dan kembali marak.

Alasannya karena dianggap dengan menyelundup biayanya jauh lebih murah dari pada melakukan dengan legal.

Baca: 55 Warga di Karawang Keracunan Usai Konsumsi Udang Balado

Baca: Kangen Akting Andi Arsyil di Layar Kaca? Tonton Sinetron Belenggu Dua Hati di ANTV

"Karena eksportir legal kalah bersaing dengan eksportir ilegal (penyelundup), disebabkan harus menanggung beban biaya dari adanya monopoli kargo ekspor benih lobster dan adanya PNBP yang tarifnya memberatkan," kata Wayan.

Akibatnya Pemerintah bisa kehilangan potensi penerimaan PNBP sekitar Rp150 miliar per tahun.

“Semestinya para penyusun regulasi dan sistem di KKP paham bahwa kehadiran pengusaha eksportir benih lobster berfungsi sebagai katalis kesejahteraan bagi nelayan penangkap benih lobster, karena sesungguhnya keuntungan eksportir itu sangat marginal, apalagi sekarang semakin banyak pesaing eksportir benih lobster,” ujarnya.

Terpisah Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih menekankan soal penentuan jasa logistik terkait kegiatan pelaku usaha seyogianya dilakukan dengan mekanisme persaingan usaha.

"Hal ini untuk memberikan ruang untuk menciptakan efisiensi kegiatan berusaha," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas