Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Laode Syarif: Kearifan Hakim MK yang Bisa Kembalikan Fitrah UU KPK

proses perubahan kedua UU KPK tidak seusai dengan peraturan pembentukan undang-undang dan bertentangan dengan UUD 1945.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Laode Syarif: Kearifan Hakim MK yang Bisa Kembalikan Fitrah UU KPK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif memberikan keterangan pers terkait pengesahan revisi undang-undang KPK di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2019). Laode M. Syarif mengatakan ingin mengetahui model pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas KPK sebagaimana tercantum dalam revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menaruh harapan besar kepada Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Direktur Eksekutif Kemitraan itu juga mengatakan hanya kearifan Hakim Konstitusi yang dapat mengembalikan UU KPK kembali pada fitrahnya.

"Kita sangat berharap kearifan keindependenan kepintaran dan keimanan hakim MK, agar UU KPK itu betul-betul dikembalikan sebagaimana adanya," kata Syarif dalam diskusi daring, Senin (10/8/2020).

Diketahui, Syarif bersama pimpinan KPK jilid IV Agus Rahardjo dan Saut Situmorang serta sejumlah aktivis antikorupsi mengajukan permohonan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke MK.

Baca: Laode Kritik Perubahan Sistem Penggajian Pegawai KPK: Sistem Sudah Benar Malah Ikuti yang Salah

Mereka menilai proses perubahan kedua UU KPK tidak seusai dengan peraturan pembentukan undang-undang dan bertentangan dengan UUD 1945.

Syarif menyatakan, hasil penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) semakin mempertegas berbagai persoalan terkait UU KPK baik dari sisi formil maupun materiil.

"Dari segi substansi sangat melemahkan oleh karenanya maka kita sangat berharap kepada MK karena saya termasuk pemohon untuk menguji apakah prses pembentukan UU KPK itu benar atau tidak jika dilihat dari aturan nasional di Indonesia," katanya.

Berita Rekomendasi

Syarif menegaskan, pemerintah maupun DPR tidak pernah melibatkan publik dalam proses revisi UU KPK hingga lahir UU Nomor 19 Tahun 2019.

Tak hanya itulah, kata Syarif, UU tersebut terbentuk tanpa didasari naskah akademik.

Bahkan KPK sebagai lembaga yang akan melaksanakan UU tersebut tak pernah dilibatkan.

KPK, katanya, tidak pernah menerima draf rancangan, DIM (daftar inventaris masalah) maupun surat resmi tentang pembahasan revisi UU.

Untuk itu, proses pembentukan UU Nomor 19/2019 dinilai telah melanggaran aturan bernegara.

"Ini mengukuhkan bahwa DPR dan pemerintah tidak ikuti rambu yang jadi patokan berbangsa bernegara. dan pejabat yang tidak mengikuti ya bisa dikategorikan melanggar kalau melanggar harus lawan," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas