Pengamat: Patriotisme-Nasionalisme Tidak Harus Ditumbuhkan dengan Pendidikan Militer
Kementerian Pertahanan dan Kemendikbud perlu diingatkan bahwa patriotisme dan nasionalisme itu tidak harus ditumbuhkan dengan pendidikan militer
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti pendidikan militer satu semester bagi mahasiswa yang direncanakan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Kementerian Pertahanan dan Kemendikbud perlu diingatkan bahwa patriotisme dan nasionalisme itu tidak harus ditumbuhkan dengan pendidikan militer," ujar Khairul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (18/8/2020).
Menurutnya penjelasan Wakil Menteri Pertahanan Trenggono soal bela negara, komponen cadangan dan milenial tangguh ibarat menu masakan campur aduk.
Seolah, kata dia, semua bumbu dan bahan makanan yang dipaksakan untuk diracik dan diolah jadi satu.
Baca: Komisi X Tak Setuju Usulan Kemenhan Wajibkan Pendidikan Militer untuk Mahasiswa
Oleh karenanya Khairul menyarankan agar Trenggono menggunakan narasi yang lebih masuk akal.
"Karena orde baru sekalipun tak pernah menggunakannya. Muatan rasa cinta tanah air dan bela negara di kalangan mahasiswa dimasukkan dalam mata kuliah kewiraan," kata dia.
Namun untuk saat ini, Khairul menilai bisa saja disiapkan semacam program pendidikan pendahuluan bela negara, yang kurikulumnya tidak identik dengan militerisme.
"Jadi tidak menimbulkan kesan bahwa rasa cinta tanah air dan bela negara itu berarti angkat senjata, siap tempur, hirarki dan keseragaman," pungkas Khairul.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia tengah menjajaki kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar para mahaswa bisa ikut Program Bela Negara.
Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Trenggono mengatakan rencananya mahasiswa bisa ikut pendidikan militer selama satu semester.
Nantinya, kata Trenggono, hasil dari pendidikan tersebut akan dimasukan ke dalam Satuan Kredit Semester.
Trenggono mengatakan rencananya program tersebut ditujukan agar Indonesia memiliki generasi milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif melainkan juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupannya sehari-hari.
"Nanti, dalam satu semester mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan," kata Trenggono dalam keterangan yang diterima pada Minggu (16/8/2020).
"Semua ini agar Indonesia memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-harinya," katanya.
Ia mengatakan Kemhan melalui Program Bela Negara akan terus menyadarkan masyarakat terutama para milenial untuk bangga sebagai orang Indonesia.
Trenggono berpesan agar milenial Indonesia tidak kalah dengan Korea Selatan yang mampu mengguncang dunia melalui budaya K-Pop yang jika dilihat dari sudut pertahanan, sebagai cara mereka melalui industri kreatifnya mempengaruhi dunia.
Menurutnya Indonesia seharusnya bisa seperti itu karena punya seni dan budaya yang banyak.
"Rasa bahwa saya adalah orang Indonesia, terlahir di Indonesia, memiliki kultur Indonesia, adat istiadat Indonesia. Kami ingin melalui Program Bela Negara, milenial bangga terlahir di Indonesia, menjadi bagian dari warga dunia. Ini filosofi dari Program Bela Negara itu," kata Trenggono.
Trenggono mengatakan kecintaan terhadap negara oleh milenial bisa ditunjukkan dengan bergabung dalam Komponen Cadangan (Komcad) sesuai amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara.
"Komcad ini bukan wajib militer. Ini kesadaran dari warga masyarakat yang ingin membela negara jika terjadi perang, difasilitasi dengan memberikan pelatihan selama beberapa bulan. Seusai latihan dikembalikan ke masyarakat. Jika negara dalam keadaan perang, mereka siap bertempur," katanya.
Trenggono juga berpesan kepada para milenial untuk terus belajar dan berkompetisi.
Ia meminta agar milenial Indonesia tidak kalah dengan milenial di negara lain.
"Bikin inovasi dan lain sebagainya yang bisa membawa harum nama bangsa dan bermanfat bagi masyarakat. Kita yang sudah senior selalu akan memberi ruang dan fasilitas untuk generasi berikutnya berkompetisi," kata Trenggono.
Indonesia saat ini, kata Trenggono, adalah negara yang tengah berkompetisi karenanya harus siap menghadapi persiapan dunia.
Indonesia, kata dia, akan memasuki era bonus demografi mulai 2025 sampai 2030 yang ditandai dengan dominannya penduduk usia produktif.
Generasi milenial, kata Trenggono, akan mengisi bonus demografi tersebut sehingga perlu disiapkan untuk menggerakkan perekonomian bangsa di masa depan.
"Kita negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang kuat, laut bagus, alam bagus, dan lainnya. Jadi, generasi berikutnya ini harus kita pacu, kita picu supaya mereka punya jiwa atau rasa nasionalisme yang tumbuh. Mereka lahir dan besar dimanapun akan kembali ke tanah air atau negara ini. Mereka harus tunjukkan kecintaannya kepada bangsa ini melalui satu kreativitas dan inovasi, serta cinta produk lokal," kata Trenggono.