PSI Minta DPR Segera Bahas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
PSI bersyukur dan mengapresiasi langkah DPR RI untuk membahas lebih lanjut RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersyukur dan mengapresiasi langkah DPR RI untuk membahas lebih lanjut RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
PSI berharap DPR secepat-cepatnya melakukan pembahasan dan mengajak semua elemen yang peduli untuk membuka ruang diskusi lebih luas dan dalam.
"Tak berlebihan rasanya jika PSI berharap DPR segera saja menetapkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR dalam masa sidang saat ini," ujar Juru Bicara PSI, Kokok Dirgantoro, dalam keterangan tertulis, Rabu (26/8/2020).
Kokok mengatakan PSI bersyukur RUU yang sudah 16 tahun jalan di tempat ini punya kesempatan untuk dibahas.
Baca: Jalan Giring Ganesha Sebelum Umumkan Jadi Capres Dari PSI, Berawal dari Kesibukan Grace Natalie
"PSI memberikan apresiasi dan mendukung penuh upaya DPR bekerja sama dengan pemerintahan Jokowi untuk segera menuntaskan RUU ini," demikian dijelaskan Kokok.
Kokok mengatakan masalah PRT ini kerap dianggap kurang penting sehingga disisihkan dari pembahasan politik.
Padahal dampaknya sangat besar terutama bagi pekerjanya yang secara skala ekonomi berada di piramida bawah. Survei ILO dan UI 2015, jumlah PRT di Indonesia mencapai 4,2 juta jiwa.
Saat ini mungkin lebih banyak lagi.
Baca: Tanggapi Nyinyiran Netizen soal Pencalonan di Pilpres 2024, Giring Ganesha Sebut PSI Semakin Populer
"PRT bekerja namun tidak mendapat hak sebagai pekerja. Jam kerja tidak jelas, sering tidak ada libur, eksploitasi fisik, kekerasan, pelecehan hingga upah tidak terbayar. Pendek kata, banyak ketidakadilan yang mereka alami," jelas Kokok.
Rendahnya pendapatan PRT juga membuat mereka sulit mengakses jaminan sosial untuk layanan kesehatan dan juga pendidikan untuk anaknya.
Juga karena tidak terdaftar dan teradministrasi sebagai pekerja, PRT juga kesulitan mengakses bantuan ataupun program sosial. Terlebih dalam masa pandemi seperti saat ini.
Baca: Politisi PSI: KAMI Seperti Kebelet Kekuasaan, Sebaiknya Tunggu 2024
"Survei JALA PRT pada akhir 2019 menyebutkan 73% PRT bekerja dengan upah 20-30% UMR dan tidak bisa mengakses jaminan sosial seperti masuk dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga jaminan ketenagakerjaan," ujarnya.
PRT sangat rentan krisis pangan, papan dan perlindungan sosial.
Kokok juga menjelaskan dari sisi pemberi kerja juga akan mendapat beberapa benefit penting.
Antara lain mengetahui rekam jejak pekerja, standar jam kerja dan upah yang selama ini sering tidak jelas, juga kesepakatan mengenai istirahat, libur dan cuti.
Bukan tidak mungkin dalam pembahasan RUU PPRT, dapat negara memasukkan PRT sebagai pekerja yang mendapat prioritas bantuan sosial, pendidikan anak, dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut sangat menguntungkan pemberi kerja maupun pekerja.
"Saya sempat berdiskusi dengan aktivis yang mengadvokasi PRT juga asosiasi PRT, mereka tidak menuntut upah harus sama dengan UMR. Upah tetap mengedepankan kesepakatan pemberi kerja dan pekerja. RUU PPRT ini tak hanya mengenai upah, tapi mengenai perlindungan dan hak yang utuh sebagai pekerja," jelas Kokok.
Kokok menegaskan PSI akan terus mengawasi pembahasan RUU PPRT ini hingga tuntas.
"Masa penantian 16 tahun itu sangat lama. Dan selama itu saudara-saudara sebangsa kita yang bekerja sebagai PRT tidak mendapat perlindungan dan kehidupan yang layak. Penantian itu harus terbayar secepat-cepatnya," kata Kokok.