Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gugat Presidential Threshold, Rizal Ramli Ingin Hentikan Demokrasi Kriminal

Rizal Ramli menjelaskan alasannya menggugat Presidential Threshold yang tercantum dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Gugat Presidential Threshold, Rizal Ramli Ingin Hentikan Demokrasi Kriminal
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Ekonom Senior Rizal Ramli resmi mengajukan gugatan terkait Ambang batas pencalonan Presiden di dalam Undang-undang pemilihan umum (UU Pemilu) 7/2017, Jumat (4/9/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rizal Ramli dan rekannya Abdulrachim Kresno yang didampingi kuasa hukum Refly Harun and Partners mengajukan gugatan uji materi atau Judicial Review (JR) Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (4/9/2020).

Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".

Rizal Ramli bersama Refly Harun yang tiba sekitar pukul 13.45 WIB membawa sejumlah dokumen dan langsung menyerahkannya ke bagian penerimaan perkara konstitusi.

Pihak MK menerima ajuan gugatan RR untuk kemudian dicatatkan sebagai perkara gugatan judicial review yang terdaftar.

Baca: Bersama Refly Harun, Rizal Ramli Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke MK

Rizal Ramli menjelaskan alasannya menggugat Presidential Threshold yang tercantum dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Ditegaskan, dirinya ingin menghentikan demokrasi kriminal yang membuat bangsa ini dikuasai oleh oligarki dan para cukong.

"Mari kita lawan demokrasi kriminal. Supaya Indonesia berubah. Supaya kalau demokrasi amanah bekerja untuk rakyat, bekerja untuk bangsa kita, tapi demokrasi kriminal bekerja untuk cukong. Bekerja buat kelompok dan agen lainnya. Kita harus ubah dari demokrasi kriminal ke demokrasi yang amanah dan good government dan ini perjuangan yang penting dan strategis," kata Rizal Ramli di Gedung MK, Jakarta, Jumat (4/9/2020).

Berita Rekomendasi

Saat menjadi aktivis mahasiswa, Rizal Ramli dan Abdul Rachim ditangkap dan dijebloskan ke penjara Sukamiskin lantaran berjuang agar Indonesia terbebas dari otoritarianisme menuju negara demokratis serta bersih dari KKN. Cita-cita tersebut baru tercapai dengan bergulirnya reformasi.

Pada mulanya, kata Rizal Ramli, era reformasi membangun angin segar bagi proses demokratisasi Indonesia.

Namun, belakangan, banyak aturan yang membuat demokrasi Indonesia menjadi demokrasi kriminal, salah satunya adanya ketentuan mengenai ambang batas untuk menjadi bupati, wali kota, gubernur hingga presiden.

Adanya ketentuan mengenai ambang batas tersebut membuat calon kepala daerah maupun presiden harus merogoh kocek yang dalam untuk mendapat tiket dari partai atau dalam istilahnya menyewa partai.

Untuk maju sebagai calon bupati, kata Rizal Ramli, seorang calon harus merogoh kocek Rp30 miliar hingga Rp50 miliar, sementara calon gubernur harus menyewa partai dengan tarif berkisar Rp100 miliar sampai Rp300 miliar.

"Presiden tarifnya lebih gila lagi, saya 2009 pernah ditawarin. Mas Rizal dari kriteria apa pun lebih unggul dibandingkan yang lain. Kita partai mau dukung, tapi kita partai butuh uang untuk macam-macam. Satu partai mintanya Rp300 miliar. Tiga partai itu Rp900 miliar. Nyaris satu triliun. Itu 2009, 2020 lebih tinggi lagi. Jadi yang terjadi ini demokrasi kriminal ini yang merusak Indonesia," ungkap Rizal Ramli.

Lantaran membutuhkan biaya tinggi untuk mengikuti kontestasi, seorang calon menerima bantuan dari para cukong.

Akibatnya, setelah terpilih, kepala daerah atau presiden lupa untuk membela kepentingan rakyat dan kepentingan nasional.

"Mereka malah mengabdi sama cukong-cukongnya. Inilah yang saya sebut sebagai demokrasi kriminal. Ini yang membuat Indonesia tidak akan pernah menjadi negara hebat, kuat, adil dan makmur karena pemimpin-pemimpinnya pada dasarnya itu mengabdi sama yang lain," tegasnya.

Rizal Ramli meyakini aturan ambang batas menjadi kunci yang merusak Indonesia. Aturan ambang batas menjadi  alat memeras para kandidat untuk berlaga di Pilkada maupun Pilpres.

Para pemimpin mulai dari bupati hingga Presiden tidak mungkin bisa berkompetisi tanpa dukungan dari cukong.

Untuk itu, Rizal Ramli meminta doa dan dukungan masyarakat agar perjuangannya membebaskan Indonesia dari demokrasi kriminal dapat tercapai.

"Ini yang kita ingin hapuskan jadi nol sehingga siapapun putra putri Indonesia terbaik bisa jadi bupati bisa jadi gubernur bisa jadi Presiden. Karena kalau enggak pemimpin yang dihasilkan itu ya istilahnya modal gorong-gorong saja bisa jadi. Main tiktok saja bisa kepilih jadi gubernur. Hancur tidak nih republik, saya ingin seleksi kepemimpinan Indonesia kompetitif, yang paling baik nongol jadi pemimpin dari presiden sampai ke bawah. Itu hanya kita bisa lakukan kalau threshold ambang batas kita hapuskan jadi nol," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas