Sosiolog Sebut Demokrasi di Indonesia Mengarah ke Otorianisme
Itu mulai telah terlihat sejak masa kedua pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 lalu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Jadi dia tegaskan, Presiden Jokowi ingin pembangun ekonomi Indonesia tanpa hambatan.
"Bagaimana itu bisa suatu negara bisa diselenggarakan tanpa aturan-aturan. Justru kekuasaan negara itu harus dibatasi, diatur oleh kekuatan publik dan DPR," ujarnya.
"Jadi yang sedang dilakukan Jokowi ini adalah pembangunan jalan tol tanpa hambatan untuk lajunya investasi dan pembangunan ekonomi," ucapnya.
Sejalan dengan itu pula, kemerosotan demokrasi di Indonesia juga, dia melihat, terjadi karena menurunnya mutu ruang publik akibat kepentingan oligarki.
“Ruang percakapan publik sekarang ini tercekik oleh konsolidasi elit oligarki di satu pihak, dan di pihak lain, diperparah kelesuan-darah masyarakat Madani. Itu telah menyebabkan terjadinya baik defisit kuantitas partisipasi maupun kualitas diskursus demokrasi," jelasnya.
Menurut dia, diskusi di ruang publik harus kembali dihidupkan lagi tanpa ada portal-portal identitas untuk membahas kehidupan dan tujuan bersama sebagai warga negara.
"Jadi kita sebagai warga negara harus ketemu dengan warga negara lain dan di situ kita berbicara bagaimana merawat kebersamaan dalam ruang publik. Supaya dia tetap segar dan hidup untuk membicarakan segala macam hal-hal yang termasuk tujuan kehidupan bersama. Itu merupakan sesuatu yang tetap dan bisa ditinjau kembali," jelasnya.
Dalam acara diskusi ini, sekaligus diluncurkan buku dwilogi intelektual-aktivis (alm) AE Priyono.
Hadir sebagai pembicara kunci Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Mahfud MD mengenang rekannya kala aktif di Himpunan Mahasiswa Islam dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Muhibbah Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1980-an, sebagai rekan berkompetisi dalam kebaikan.
Dalam acara ini juga hadir sejumlah pembicara yakni Ardi Stoios-Braken (Kedutaan Belanda), Gerry Van Klinken (Guru Besar Sejarah Universitas Queensland, Australia), dan Anita Wahid (putri ketiga almarhum Gus Dur, terlibat dalam Jaringan Gusdurian, Anggota Perempuan Anti Korupsi Indonesia, dan menjabat jadi Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).(*)