Reaksi KPI, Fahri sebut TV Banyak Tayangkan Omong Kosong dan Orang-orang Konyol
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis meminta, Fahri tidak mengeneralisasi semua tayangan yang disiarkan TV.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengkritik tayangan TV selama pandemi Covid-19 yang lebih banyak menyiarkan soal omong kosong, orang tertawa tidak jelas, serta orang-orang yang berakting konyol tidak jelas.
Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis meminta, Fahri tidak mengeneralisasi semua tayangan yang disiarkan TV.
Sebab, menurutnya tidak semua tayangan TV dinilai publik tidak berkualitas.
Apalagi, ada peran KPI untuk mengawasi konten tayangan TV.
"Mungkin maksud Pak Fahri itu ada satu, dua, tiga, empat program dikategorikan oleh Pak Fahri itu tidak mendidik dan tidak substantif. Itu menjadi catatan penting bagi para televisi mungkin juga bisa melakukan evaluasi terhadap itu," kata Yuliandre saat dihubungi Tribunnews, Senin (14/9/2020).
Baca: Banyak Tayangkan Omong Kosong dan Orang-orang Konyol, Ini Saran Fahri Hamzah untuk Stasiun TV
"Tetapi mengeneralisasi semua tayangan itu tidak benar juga bahwa itu tayangan tidak substantif dan sebagainya, itu tidak benar," imbuhnya.
Yuliandre menilai, apa yang disampaikan oleh Fahri Hamzah adalah sebuah kesubjektifan dan rasa dari seorang penonton TV.
Namun, ia mengingatkan tidak mengeneralisasi semua tayangan dicap buruk.
KPI, lanjut Yuliandre, memiliki indikator dalam menilai kualitas suatu tayangan atau program secara objektif.
Terlebih, saat ini KPI memiliki riset yang bekerja sama dengan 12 Peguruan Tinggi dalam menilai kualitas suatu tayangan.
"Yang harus dipahami KPI itu mengawasi apabila konten itu melanggar semangat NKRI. Oleh sebab itu, KPI dalam hal ini kami ada namnya riset indeks kualitas program televisi. Kami bekerja sama dengan 12 Perguruan Tinggi dan kami melakukan riset terhadap program-program dan riset setiap 2 semester, setiap semester kami publis," ujarnya.
"Itu bisa menunjukkan mana program yang berkualitas, mana yang tidak berkualitas versi publik berdasarkan akademisi sebagai jalur untuk melihatkan keobjektifan itu," lanjutnya.
Kendati demikian, ia tetap menghormati kritikan yang disampaikan Fahri Hamzah.
Ia menyatakan kritikan itu harus menjadi evaluasi dari setiap tayangan TV.
"Memberikan masukan ide program silakan. Misalnya kemarin pak Fahri saran ke Kemendikbud supaya Mendikbud konsen menumbuhkan industri konten edukasi dalam artian formal. Itu bagus ide bang Fahri, kalau itu saya dukung tapi kalau program sekarang bobrok semua, itu tidak benar karena ada KPI yang mengawasi itu," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengkritik tayangan TV selama pandemi Covid-19 yang lebih banyak menyiarkan soal omong kosong, orang tertawa tidak jelas, serta orang-orang yang berakting konyol tidak jelas.
Akan lebih baik TV membantu masyarakat memulai revolusi pendidikan, karena Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat ini tengah kebingungan melaksanakan efektifitas pendidikan di tengah pandemi Covid-19.
"Ini TV menyiarkan omong kosong, orang-orang ketawa gak jelas dan orang-orang konyol akting gak kelas. Padahal lagi rugi TV-nya, mendingan bantu rakyat memulai revolusi pendidikan," kata Fahri dalam keterangannya, Sabtu (12/9/2020).
Fahri Hamzah lantas membandingkan kualitas penyiaran TV di Tanah Air dengan TV di negara maju. TV di negara maju, katanya, lebih menonjolkan sisi edukasi atau pendidikan.
Sementara tayangan di TV Indonesia lebih banyak mengumbar aksi sadis, lucu, orang berjoget, atau kesedihan.
"Saya tuh nonton TV negara-negara maju. Memang isi-nya pendidikan semua. Tapi TV kita isinya kalau gak sadis ya lucu, atau joget, atau sedih. Pagi diajar nangis, malam diajar ketawa. Ampun deh pendidikan bangsa ku! Ini kan ada Corona! “ ujarnya.
Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai, ada kemubaziran dalam media pendidikan Indonesia. Sebab, semua izin frekuensi pada setiap TV diberikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sehingga di tengah masa pandemi dan krisis seperti sekarang, 'revolusi mental' tetap dapat dijalankan oleh TV melalui tayangan yang mendidik, bukan diisi hal-hal yang tidak jelas dan konyol.
"Mubazir saja medium 'public education' kita. Dan semua ijin frekuensi diberikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.