Nurhadi dan Menantunya Diduga KPK Berperan Aktif di Kasus Mafia Peradilan
Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono memiliki peran penting dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di MA tahun 2011-2016.
Hal tersebut terungkap usai penyidik KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap dua tersangka mafia peradilan itu, kemarin.
"NHD dan RHE diperiksa masing-masing sebagai tersangka. Penyidik terus mendalami dugaan peran aktif dari NHD dan RHE dalam melakukan serangkaian perbuatan sehingga kemudian para tersangka diduga menerima imbalan baik dalam bentuk sejumlah uang maupun barang," ungkap Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (18/9/2020).
Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Rincian suap yang diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Suap ditujukan agar Nurhadi menangani dua perkara yang melibatkan perusahaan Hiendra di MA.
Baca: Periksa Pegawai Mahkamah Agung, KPK Selisik Permohonan Pinjam Mobil dari Nurhadi
Adapun perkara yang ditangani pertama berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar.
Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky.
Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky.
Uang tersebut guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hingga saat ini, penyidik KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky.
Mereka baru ditangkap pasca empat bulan ditetapkan buron oleh lembaga antirasuah itu.
Dengan demikian, hanya seorang tersangka yakni, Direktur MIT Hiendra Soenjoto yang belum diringkus oleh penyidik.