Fakta tentang Film G30S/PKI: Tak Wajib Ditayangkan Sejak 1998 hingga Polemik DN Aidit Merokok
Film ini dibuat untuk mengenang peristiwa kelam pembunuhan 6 jenderal dan satu perwira TNI atau yang lebih dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.
Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
2. Film dengan Biaya Produksi Termahal di Masanya
Proses produksi film G30S/PKI menghabiskan biaya sebesar Rp 800 juta.
Angka tersebut terbilang terbesar untuk produksi film di masa itu.
Dikutip dari pemberitaan Intisari pada 20 September 2017, mungkin 10 kali lipat dalam nilai mata uang di tahun 2017.
Baca: Agar Ingat Sejarah, Politikus Gerindra Berharap Ada Investor Buat Film G30S/PKI Terbaru
3. Tak Lagi Wajib Ditayangkan Sejak 1998
Film ini kemudian dihentikan kewajiban penanyangannya pada Oktober 1998 seiring jatuhnya kekuasan Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Mengutip Intisari, ketika Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya, 21 Mei 1998, mulai banyak pihak mengkritisi film ini.
Film yang sejak semula memang tujuannya sebagai film propaganda di era pemerintahannya.
Ini diperkuat oleh hasil riset beberapa sejarawan yang baru terungkap setelah Presiden Soeharto berhenti.
Dari rujukan-rujukan yang diperoleh Imelda Bachtiar, penulis memor kesejarahan, yang dimuat di Intisari, setidaknya ada tiga tokoh sentral yang berperan dalam dihentikannya pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI.
Baca: Inilah Sosok Jenderal TNI yang Jadi Orang Pertama Melarang Penayangan Film G30S/PKI
Mereka adalah almarhum Marsekal Udara Saleh Basarah, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah, dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono.
Majalah Tempo menulis, Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono saat itu mengatakan, ia pernah ditelepon Marsekal Udara Saleh Basarah, Kepala Staf Angkatan Udara KSAU (1973-1977) sekitar bulan Juni-Juli 1998.
"Beliau keberatan karena film itu mengulang-ulang keterlibatan perwira AURI pada peristiwa itu (30 September)," kata Juwono ketika diwawancarai 28 September 2012.
Sebagai menteri pendidikan kala itu, Juwono meminta kepada para ahli sejarah untuk meninjau kembali kurikulum pelajaran sejarah tingkat SMP dan SMA, khususnya yang memuat peristiwa-peristiwa penting.