Aspek: Pandemi Covid-19 Makin Meningkat, DPR dan Pemerintah Malah Paksakan RUU Cipta Kerja
Aspek Indonesia prihatin dengan sikap DPR dan pemerintah telah menyepakati klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menyatakan prihatin dengan sikap DPR dan pemerintah telah menyepakati klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kami prihatin, situasi pandemi Covid-19 semakin meningkat, berdampak luar biasa ke ekonomi dan tenaga kerja. Tapi DPR dan pemerintah memaksakan RUU Cipta Kerja," papar Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Baca: Pemerintah dan DPR Hapus Ketentuan Upah Minimum di RUU Cipta Kerja
Baca: Listrik Mati, Ini Alasan DPR dan Pemerintah Bahas RUU Cipta Kerja di Hotel
Menurutnya, RUU Cipta Kerja akan percuma saja disahkan jika kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih tinggi, apalagi puluhan negara telah menutup akses masuk bagi warga Indonesia.
"Kata pemerintah RUU Cipta Kerja tingkatkan investasi, buka lapangan kerja. Saya jamin itu tidak pernah terjadi karena sedang pandemi," papar Mirah.
"Negara lain sedang fokus terhadap kesehatan dulu dan bisnis dikejar setelah pandemi selesai. Tapi aneh Indonesia, saat pandemi Covid-19, kok malah sibuk fokus pembahasan RUU Cipta Kerja, kejar tayang banget sampe Sabtu dan Minggu dibahas," sambungnya.
Sebelumnya, Baleg DPR dan pemerintah telah menyepakati klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Alhamdulilah sudah, tadi malam Panja sudah menyepakati secara aklamasi terhadap draf RUU-nya klaster ketenagakerjaan," kata Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo saat dihubungi.
Menurut Firman, semua fraksi di DPR melalui lobi-lobi yang sangat alot sudah secara bulat menyepakati klaster ketenagakerjaan, dengan mempertimbangkan masukan dari kalangan buruh.
"Awal masalah kan soal pesangon. Ini sudah disepakati oleh seluruh fraksi, pesangon kembali ke angka 32 kali gaji, dengan rincian 23 kali ditanggung perusahaan dan 9 kali beban pemerintah melalui BPJS," paparnya Firman.
Selain itu, kata Firman, persoalan upah minimum daerah per kabupaten atau kota juga telah ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi masing-masing daerah.
"Awalnya hanya pertumbuhan ekonomi, sekarang dimasukan inflasi. Jadi tidak memberatkan semua pihak," ucap politikus Golkar itu.