Komisi VIII DPR Diminta Bentuk Panja Usut Tuntas Perusakan Rumah Ibadah dan Penusukan Ulama
Kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid sudah semakin meresahkan umat dan masyarakat.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid sangat prihatin dengan kembali terjadinya penistaan terhadap rumah ibadah yaitu musala dan masjid.
Pria yang akrab disapa HNW itu mendorong pembentukan panitia kerja (panja) Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan kegamaan, untuk mengusut tuntas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan-perusakan masjid atau musala yang semakin marak belakangan ini.
Dia mengatakan, kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid sudah semakin meresahkan umat dan masyarakat.
Uniknya, hampir semua kasus berujung kepada opini atau kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi.
Baca: Pemuda Lakukan Vandalisme di Musala Tangerang Diduga Depresi, Ini Kata Pakar Psikologi Forensik
"Ini perlu diusut secara tuntas, dan DPR penting menggunakan kewenangannya terkait pengawasan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu, agar hukum tegak, kejahatan sejenis bisa dihentikan, dan Negara betul-betul hadir untuk melindungi seluruh tumpah Darah dan Rakyat Indonesia termasuk para Tokoh Agama dan Simbol Agama seperti Masjid dan Musala," kata HNW melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
HNW mengatakan, peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan rumah ibadah masih terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir.
Bahkan, saat bangsa Indonesia memperingati peristiwa G30S/PKI, kasus-kasus terakhir terjadi terhadap ulama kondang Syekh Ali Jaber yang ditusuk ketika berceramah di Lampung, perusakan masjid di Dago (Bandung) dan terakhir tindakan vandalisme di Musala Darussalam di Pasar Kemis, Tangerang.
Baca: 4 Ulama Alami Penyerangan, Termasuk Syekh Ali Jaber, Ada yang Tewas, Pelaku Disebut Gangguan Jiwa
HNW menambahkan, pengawasan DPR RI terhadap pelaksanaan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi setiap warga negara dan simbol agama, termasuk ulama dan tempat ibadah sangat perlu dilakukan.
Apalagi, bila dikaitkan dengan analisis kontroversial Menteri Agama bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Al Quran yang mahir berbahasa Arab dan good-looking.
"Tetapi faktanya, yang terjadi justru adalah Masjid di Dago dan Musala di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hapal Al Quran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak good-looking. Sedangkan Syekh Ali Jaber penceramah di Masjid yang moderat dan tidak radikal, penghapal Al Quran, mahir bahasa Arab, dan good-looking malah menjadi korban teror dan radikalisme," ucapnya.
Baca: Coret Musala dengan Tulisan Anti Islam, Pelaku Ternyata Mantan Jamaah yang Rajin Salat 5 Waktu
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata perlu adanya Undang-Undang yang bersifat lex specialis sebagai Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, dan karena itu RUU-nya penting untuk segera dibahas dan disahkan.
"DPR dan pemerintah harusnya responsif dengan kasus-kasus pelanggaran hukum dan meresahkan masyarakat yang marak terjadi, seperti kasus pengrusakan rumah ibadah dan penusukan Ulama, karenanya mestinya DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU itu," ujarnya.
Namun, HNW mengingatkan sambil menunggu pembahasan RUU itu dilakukan, maka Komisi VIII DPR RI bisa juga dapat segera membentuk Panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan DPR RI terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.
"Ini juga adalah salah satu tupoksi utama dari Komisi VIII, yakni melakukan pengawasan terhadap urusan keagamaan di Indonesia," pungkasnya.