Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suyatmi Mengenang Kisah Sang Suami Korban Tragedi 1965, Dipermalukan Hingga Dicap Keluarga PKI

Saat itu Gimin tiba-tiba ditangkap dan dipukuli menggunakan rotan. Gimin dipaksa untuk mengakui apa saja yang dia sudah perbuat di PKI.

Penulis: Kurniawati Hasjanah
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Suyatmi Mengenang Kisah Sang Suami Korban Tragedi 1965, Dipermalukan Hingga Dicap Keluarga PKI
dok. Asia Foundation
Suyatmi (65) mengenang cerita sang suami yang menjadi korban tragedi 1965. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suyatmi (65) yang masih merasakan kesedihan saat mengenang sang suami yang menjadi korban tragedi 30 September 1965.

Meski usianya tak lagi muda, Suyatmi terus aktif memperjuangkan hak dan pertanggungjawaban atas penderitaan yang dirasakan para penyintas dan keluarga korban tragedi 1965.

Suaminya, Gimin Harto Sugiarto, merupakan mantan tahanan polisi (tapol) Pulau Buru yang sudah ditahan selama 13 tahun 8 bulan.

Air mata Suyatmi tampak menetes ketika menceritakan penangkapan sang suami.

"Pagi itu, suami saya berangkat ke sawah seperti biasa," terang Suyatmi kepada TribunJakarta.

Saat itu Gimin tiba-tiba ditangkap dan dipukuli menggunakan rotan. Gimin dipaksa untuk mengakui apa saja yang dia sudah perbuat di PKI.

Padahal, Gimin sama sekali tidak terlibat dengan partai mana pun.

Baca: Eddy Jadi Saksi Kematian Achmad Yani Kala Berusia 7 Tahun, Kerap Menangis Ingat Ayahnya Ditembak

BERITA TERKAIT

Lelaki itu hanya aktif di organisasi Barisan Tani Indonesia (BTI) dengan kegiatan fokus pada masalah pangan dan kesejahteraan petani.

Setelah itu, Gimin dan tapol lainnya ditahan di Karanganyar selama tiga bulan, sebelum akhirnya dipindahkan ke Lapas Nusakambangan selama lima tahun dua bulan.

Selama itu, dia diberi makan gulbul, yang kini dipakai sebagai makanan kuda.

Setiap seminggu sekali, Gimin diberi makan nasi dengan campuran serpihan beling kaca.

Penderitaan yang dialami Gimin di Nusakambangan sama beratnya dengan yang ditanggung oleh Suyatmi.

Selama menunggu suaminya pulang, dia bersama tiga anaknya mendapatkan perlakuan diskriminatif dari tetangga sekitar.

Suyatmi (65) mengenang cerita sang suami yang menjadi korban tragedi 1965.
Suyatmi (65) mengenang cerita sang suami yang menjadi korban tragedi 1965. (dok. Asia Foundation)

Sering kali Suyatmi dan keluarganya dicap sebagai PKI dan mendapat berbagai kesulitan untuk mengurus administrasi.

Suatu kali, ia harus meminta tanda tangan kepala desanya. Namun, kepala desa itu menolak. Katanya, "kamu itu siapa, kok minta tanda tangan ke saya. Sana minta ke tokohnya PKI."

Di lain waktu, Suyatmi dan anaknya juga dipermalukan saat mengunjungi suatu pengajian.

Ustaz yang memimpin pengajian tersebut tiba-tiba berkata di depan umum, "Mas Deni (anak Suyatmi, red) ini mau melanggengkan PKI, ya?"

Selain itu, saat anaknya yang lain melamar untuk menjadi polisi, langkahnya terhenti karena sampulde, semacam surat kaleng yang isinya menyebutkan kalau dia anak PKI.

Baca: Alissa Wahid Nilai Isu Kebangkitan PKI Propaganda yang Tidak Laku

Belum lagi saat Gimin akan dibebaskan, Pemuda Pancasila dan kepala desanya tidak mau menerima Gimin di tengah masyarakat.

Gimin pun akhirnya dipindahkan ke Pulau Buru dan ditahan selama 8 tahun 7 bulan.

Penderitaan-penderitaan tersebut tidak membuat Suyatmi menyerah dengan kehidupan.

Dia pun melakukan apa saja untuk menghidupi keluarganya.

Saat ditanya apa saja yang dia lakukan, Suyatmi tidak menjawabnya karena merasa kurang etis jika dibicarakan.

"Intinya, saya tidak malu kepada siapapun, termasuk tetangga," kata Suyatmi. (tribun jakarta/Kurniawati Hasjanah)

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas