Direktur Eksekutif Amnesty Internasional: Kebangkitan Komunisme 'Sengaja Digoreng'
Isu kebangkitan PKI juga digunakan untuk menghidupkan stigma negatif terhadap para korban tragedi 1965.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) sengaja 'digoreng' atau dimanfaatkan untuk kepentingan pemilihan.
Usman Hamid menganggap politisasi kebangkitan PKI digunakan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) untuk menarik kalangan muslim dan kalangan TNI Angkatan Darat (AD) dalam satu pertentangan untuk menyudutkan tokoh politik yang bersaing di Pemilihan Umum.
"Dan mereka merepetisi cara-cara manipulatif di masa pemilihan umum tersebut. Bukan untuk sebuah fakta otentik melainkan untuk melemahkan lawan politik," ujar Usman Hamid dalam webinar dan rilis survei SMRC mengenai "Penilaian Publik Terhadap Isu Kebangkitan PKI", Rabu (30/9/2020).
Isu kebangkitan PKI, kata Usman, juga digunakan untuk menghidupkan stigma negatif terhadap para korban tragedi 1965, sekaligus menggagalkan perjuangan mereka untuk memperoleh rehabilitasi, seperti pemulihan nama baik dan kompensasi (ganti rugi) terhadap korban.
Itu mengacu Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 33P/HUM/2011 tertanggal 8 Agustus 2012 dinyatakan Keprres No.28 Tahun 1975 tentang Perlakuan Terhadap Mereka yang Terlibat G30S/PKI Golongan C batal demi hukum.
Baca: Pelaku Sejarah G30S PKI, Sintong Panjaitan: Sudah Kapok Itu Komunis di Indonesia
"Rehabilitasi pernah coba dilakukan sebagai respon terhadap keputusan Mahkamah Agung atau pendapat MA tentang pentingnya rehabilitasi terhadap tahanan politik atau kepada para mereka yang tergolong dalam Golongan C atau tahanan politik Golongan C," kata Usman.
Bulan ini isu kebangkitan PKI berhembus. Terutama dari KAMI.
Isu yang kerap muncul setiap tahun di bulan September ini, dinilai tidak membawa pengetahuan baru tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam peristiwa G30S/PKI.
"Jauh dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa," imbuh Usman.
Menilik dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), 14 persen dari total populasi Indonesia setuju bahwa saat ini terjadi kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Jumlah ini, bagi Usman cukup besar.
Kemudian sengaja 'dirawat' untuk membentuk satu kelompok.
Usman menyontohkan masa pendukung calon Presiden (petahana) Amerika Serikat Donald Trump.
Yang disebutnya rasialis, xenophobia (ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain atau yang dianggap asing), dan fanatik.
"Jumlah (massa) yang kalau terus-terusan mereka rawat ibarat massanya Trump, yang sangat rasialis, yang sangat bigot atau xenophobic itu dikembangkan, diternakkan untuk terus mengembangkan sentimen anti PKI," tutur Usman.
Baca: Pelaku Sejarah G30S PKI, Sintong Panjaitan: Sudah Kapok Itu Komunis di Indonesia
Sebab, ia berpandangan isu kebangkitan atau anti-PKI terus digunakan jelang Pemilihan Umum.
Ia menyontohkan bahwa isu ini sempat digunakan pada Pemilihan Umum 2014 dan 2019, ketika menyudutkan calon presiden tertentu.
"Ini memang seringkali digoreng untuk memanfaatkan momen-momen kontestasi elektoral," tuturnya.
"Ini memang warisan atau sisa-sisa dari indoktrinisasi orde baru," ujar dia. (tribun network/denis)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.