KPK: Pegawai dan Korporasi BPD Rentan Jadi Subjek Tindak Pidana Korupsi
KPK mengungkap jika pegawai dan korporasi BPD juga rentan menjadi subjek tindak pidana korupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) dengan 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) demi meningkatkan peran BPD dalam mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah.
Terungkap pada rapat tersebut jika pegawai dan korporasi BPD juga rentan menjadi subjek tindak pidana korupsi.
“Sumber dana korupsi di BPD di antaranya adalah asuransi, baik kredit maupun cash in transit, kredit fiktif, dan fee agar dana bagi hasil atau dana alokasi khusus tidak ditempatkan di bank lain,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rakor yang diselenggarakan secara daring, Kamis (1/10/2020).
Modus korupsi di BPD, kata Alex, umumnya terkait pengadaan barang dan jasa dengan melakukan rekayasa lelang, mark up, praktik arisan proyek dan pemufakatan jahat dengan rekanan. Selain itu suap dalam penganggaran dan gratifikasi.
Modus-modus korupsi yang menurut Alex juga kerap ditemukan dalam perusahaan-perusahaan BUMN maupun BUMD.
Alex juga mengingatkan potensi meningkatnya kerawanan korupsi di BPD pada masa pilkada saat ini.
Baca: Penempatan Dana PEN ke BPD Selamatkan Ekonomi Daerah
Baca: Dosen UI Diperiksa KPK terkait Kasus Korupsi Proyek Jembatan Bangkinang
Menurutnya, ada lebih dari 30% petahana yang kembali mencalonkan diri dalam pilkada serentak di 270 daerah.
Tingginya biaya politik yang harus disiapkan calon dan posisi petahana sebagai pihak yang terkait dengan BPD sebagai pemegang saham, tidak menutup kemungkinan BPD akan dimintai kontribusi baik secara sukarela maupun dengan sedikit paksaan.
Jika hal itu terjadi, Alex meminta, agar tidak ragu untuk melaporkan kepada penegak hukum.
“Semua pegawai yang bekerja di perbankan, harus mempunyai integritas yang tinggi,” ujarnya.
Ia mencontohkan dalam pemberian kredit sering kali terjadi gratifikasi dari debitur kepada pegawai.
Dampaknya di masa depan pegawai tersebut akan segan jika debitur mengalami kredit macet.
Karenanya, Alex meminta dibuatkan regulasi tegas yang melarang pegawai menerima sesuatu.
Selain itu, BPD dapat menggunakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai sarana untuk memonitor secara dini adanya penyimpangan pegawai.
Sementara itu, Ketua Umum Asbanda Supriyatno, menyatakan pihaknya telah menerapkan praktik prudential banking dengan melakukan penguatan integritas kepada BPD se-Indonesia dengan bekerja sama kepada KPK.
“Antara lain dalam menyiapkan sistem dan kebijakan terkait LHKPN, pengendalian gratifikasi, implementasi dan revitalisasi whistleblowing system yang dapat digunakan oleh BPD seluruh Indonesia, sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan oleh pejabat di lingkungan BPD,” kata Supriyatno.
Asbanda bersama KPK, tambah Supriyatno, juga telah melakukan kerja sama pencegahan korupsi terkait optimalisasi penerimaan daerah.
Khususnya pajak daerah yang dipungut dari transaksi masyarakat dengan penyedia jasa di daerah seperti hotel dan restoran.
Terbukti, tambahnya, dari kerja sama tersebut terjadi peningkatan penerimaan daerah yang berdampak positif pada PAD.
Di sisi lain, Komisaris Utama Bank Papua T.E.A Hery Dosinae mengakui bahwa BPD masih perlu meningkatkan daya saing dalam berkompetisi dengan bank-bank himbara.
Dia menambahkan, bahwa BPD diuntungkan dengan adanya dana pemda yang disimpan di BPD.
Namun, dia juga mengeluhkan pemegang saham yang seenaknya memindahkan dana dalam waktu-waktu tertentu ke bank himbara.
“Hal Ini perlu dilihat secara komprehensif. Semoga KPK mendampingi kita terus untuk pembenahan ke depan,” harapnya.
Dalam rakor yang menjadi forum dialog dengan BPD seluruh Indonesia tersebut juga mengemuka sejumlah persoalan yang menjadi kendala hingga dampak pandemi Covid-19 membuat BPD harus melakukan restrukturisasi kredit dalam jumlah besar, dan mengubah bisnis baik tahun berjalan maupun untuk tahun mendatang.
Menindaklanjuti rakor, Alex mengusulkan agar KPK bersama Asbanda berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Dalam Negeri terkait belum adanya regulasi penempatan dana atau deposito daerah dan persoalan lainnya.
Selain itu, juga dengan OJK terkait evaluasi untuk perbaikan BPD dengan memetakan titik-titik kelemahan dalam sistem pengelolaan BPD.