Tanggapi Aksi Buruh Mogok Kerja, Menaker Ida: Pertimbangkan Ulang, Baca Secara Utuh RUU Cipta Kerja
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menanggapi aksi buruh mogok kerja karena pengesahan UU Cipta Kerja.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah ikut menanggapi aksi buruh yang mengancam mogok kerja.
Ancaman mogok kerja adalah buntut dari pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Ida menulis surat terbuka bagi para serikat buruh dan pekerja yang masih menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini.
Baca: Berdampak pada Sektor Pendidikan, Perhimpunan Guru Ikut Kecam DPR & Pemerintah Sahkan UU Cipta Kerja
Wanita asal Mojokerto ini memberi pesan agar para buruh memikirkan kembali rencana mogok kerja secara nasional.
Terlebih, angka penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi dan belum ada tanda-tanda mereda.
Ia khawatir, aksi turun ke jalan yang digencarkan para serikat pekerja justru berpotensi menularkan virus corona.
Apalagi, vaksin belum tersedia, sehingga siapapun yang ikut dalam aksi bisa terpapar corona.
"Terkait rencana mogok nasional, saya meminta agar dipikirkan lagi dengan tenang."
"Karena situasi jelas tidak memungkinkan untuk turun ke jalan, untuk berkumpul."
"Pandemi covid masih tinggi, masih belum ada vaksinnya," tulis Ida dalam unggahan di akun Instagram-nya, Senin (5/10/2020).
Selain itu, Ida berpesan agar para buruh mempertimbangkan keputusan untuk melakukan unjuk rasa.
Baca: 200.000 Buruh di Karawang Ikut Aksi Mogok Nasional, Minta UU Cipta Kerja Dicabut
Ia meminta agar para buruh membaca secara utuh UU Cipta Kerja dan menimbang baik buruknya.
Sebab, ada banyak pasal di dalam UU Cipta Kerja yang menguntungkan mereka.
"Pertimbangkan ulang rencana mogok itu. Bacalah secara utuh RUU Cipta Kerja ini. Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodir."
"Soal PKWT, outsourcing, syarat PHK, itu semua masih mengacu pada undang-undang lama," katanya.
Terkait polemik dari UU Cipta Kerja ini, Ida mengaku telah berupaya mencari titik keseimbangan.
Antara melindungi pekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang lainnya yang masih menganggur.
Menurutnya, hal tersebut tidak mudah namun pihaknya sudah memperjuangkan sebaik-baiknya.
"Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya."
"Saya paham ada di antara teman-teman yang kecewa atau belum puas. Saya menerima dan mengerti."
"Ingatlah, hati saya bersama kalian dan bersama mereka yang masih menganggur," kata Ida.
Ancaman buruh mogok kerja
Sebelumnya, sebanyak 2 juta buruh akan melakukan mogok kerja nasional yang dimulai hari ini, Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020).
Hal itu disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
"32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional," ujar Said Iqbal.
Said menjelaskan, aksi mogok kerja tersebut akan diikuti buruh yang bekerja di sektor kimia, energi, pertambangan.
Baca: UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja, Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus
Tekstil, garmen, sepatu, otomotif, komponen elektronik serta industri besi dan baja.
Kemudian, diikuti buruh di sektor farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen.
Serta telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, hingga perbankan.
Adapun, puluhan kota di berbagai Indonesia akan ikut menggelar aksi mogok kerja ini
Said menyatakan, aksi mogok nasional ini didasarkan pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000.
Baca: Perbandingan UU Cipta Kerja yang Baru DIsahkan dengan UU Ketenagakerjaan yang Lama
Khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM."
"Dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," tegas Said.
Tuntutan para buruh
Said menuturkan, dalam mogok kerja tersebut, buruh juga akan menyuarakan berbagai tuntutan menyusul lahirnya UU Cipta Kerja.
Antara lain, buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan.
Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.
Baca: Daftar Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Buruh, 7 Poin Ini Jadi Sorotan
Buruh juga menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.
Buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapatkan jaminan kesehatan dan pensiun.
"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003," terang Said.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)