Berkas Kasus Suap Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra Dinyatakan Lengkap Kejaksaan Agung
Berkas perkara kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berkas perkara kasus dugaan suap penghapusan red notice narapidana pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiato Tjandra atau Djoko Tjandra, dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebutkan berkas yang dinyatakan lengkap (P-21) untuk empat tersangka dalam kasus tersebut.
Para tersangka masing-masing atas nama Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi.
Baca: Polri Ungkap Alasan Belum Tahan Irjen Napoleon yang Berstatus Tersangka Kasus Suap Djoko Tjandra
"Hasil kordinasi Bareskrim dan Kejaksaan Agung, berkas perkara Red Notice untuk empat tersangka dinyatakan lengkap," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Menurut Argo, berkas kasus kedua yang menjerat Djoko Tjandra itu dinyatakan lengkap oleh Korps Adhyaksa, Rabu 6 Oktober 2020.
Saat ini, kata Argo, Bareskrim dan pihak Kejaksaan akan melakukan kordinasi lebih lanjut terkait dengan penyerahan tersangka dan barang bukti, atau pelimpahan tahap II.
Baca: MAKI Sodorkan Temuan Gratifikasi 100.000 Dolar SIN di kasus Djoko Tjandra, Begini Reaksi KPK
"Tentunya kami sedang mempersiapkan proses selanjutnya yakni pelimpahan tahap II," jelasnya.
Untuk diketahui, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra saat masih menjadi buron.
Baca: Dilimpahkan ke Kejaksaan, Mengapa Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, Brigjen Prasetijo Tidak Diborgol?
Keempat tersangka itu adalah Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi selaku pemberi suap. Selanjutnya, mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Dalam kasus ini, tersangka tindak pidana korupsi di pihak pemberi hadiah dijerat pasal 5 ayat 1, pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Tipikor junto pasal 55 KUHP.
Sementara itu, tersangka penerima hadiah yaitu Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 KUHP.
Praperadilan Irjen Napoleon ditolak
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus menolak seluruh gugatan praperadilan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Sidang agenda pembacaan putusan digelar di PN Jaksel, Selasa (6/10/2020).
Sidang dimulai pukul 11.21 WIB, Napoleon selaku Pemohon tidak hadir.
Kehadirannya diwakili oleh tim hukumnya.
Hakim Ketua Suharno menilai Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dianggap sudah sesuai prosedur.
"Pertama, menolak praperadilan Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ungkap Hakim Ketua Suharno di ruang 5, PN Jaksel.
Gugatan Praperadilan Napoleon
Diketahui mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Napoleon berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9/2020) kemarin.
Pada sidang Senin (28/9/2020) minggu lalu, Irjen Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.
Napoleon membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S. Tjandra
Gugatan Praperadilan Napoleon ditolak Bareskrim Polri
Sementara itu pada sidang Selasa (29/9/2020), tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon selaku Pemohon.
Bareskrim menegaskan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap Napoleon sudah sesuai prosedur, satu di antaranya merujuk pada nota dinas Kadiv Propam Polri dan Kabareskrim Polri
Meskipun pemohon menyangkal tidak pernah menerima uang, Bareskrim mempertanyakan surat - surat yang diterbitkan Pemohon hingga perbuatannya itu menguntungkan pihak pemberi suap, dalam hal ini Djoko Tjandra alias Joe Chan.
Perbuatan penerbitan surat - surat itu menyebabkan terhapusnya nama Djoko Tjandra alias Joe Chan dalam sistem ECS di Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.
Baca: Sidang Praperadilan Irjen Napoleon, Hakim Terima Nota Kesimpulan Kubu Pemohon dan Bareskrim Polri
Baca: Kuasa Hukum Irjen Napoleon Yakin Proses Penyidikan Bareskrim Melenceng dari KUHP dan Perkap
Bareskrim juga menemukan fakta perbuatan bahwa pada bulan April dan awal bulan Mei 2020, Tommy Sumardi --yang juga tersangka gratifikasi kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra-- menyerahkan uang kesepakatan sebesar Rp7 miliar kepada pemohon secara bertahap dalam bentuk dollar Amerika dan dollar Singapura.
Hal itu disimpulkan berdasarkan penyesuaian antara saksi dengan saksi dan bukti surat dengan bukti surat lainnya yang saling mendukung, bersesuaian.
Napoleon dianggap telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, dibuktikan pada rentang bulan April - Mei 2020 pemohon memerintahkan AKBP Thomas Arya untuk membuat beberapa produk surat berkaitan dengan red notice dan ditandatangani oleh Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.
Atas penerbitan surat - surat tersebut, status DPO atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan terhapus dari sistem imigrasi.