Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Syarief Hasan: Pemerintah Harus Mengevaluasi UU Cipta Kerja!

ara investor global memperingatkan pemerintah bahwa UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan berpotensi merusak lingkungan, khususnya hutan.

Editor: Content Writer
zoom-in Syarief Hasan: Pemerintah Harus Mengevaluasi UU Cipta Kerja!
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ratusan buruh mengenakan payung melakukan unjuk rasa menutup ruas jalan di depan gerbang masuk Balai Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena dinilai merugikan buruh dan mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM). Unjuk rasa menolak omnibus law juga dilakukan serentak di seluruh kota di Indonesia, bahkan sebagian buruh di beberapa kota akan melakukan aksi mogok kerja nasional dari 6 hingga 8 Oktober 2020. (TRIBYN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan kembali menyoroti alasan Pemerintah dan beberapa fraksi di DPR RI yang mengesahkan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law). Pasalnya, tak hanya Rakyat dan buruh yang menolak, berbagai lembaga investor global-pun menyatakan keprihatinannya.

Memang, pengesahan UU Cipta Kerja menarik perhatian banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri. Dilansir dari Reuters pada Selasa (6/10/2020), 35 investor global mengungkapkan keprihatinan mereka lewat sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia.

Baca: Fadli Zon Sebut UU Cipta Kerja Tidak Tepat Waktu dan Sasaran

Sebanyak 35 investor yang prihatin tersebut merupakan investor yang mengelola dana hingga US$ 4,1 Triliun. Di dalamnya, terdapat lembaga investasi Aviva Investors, Robeco, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, hingga Sumitomo Mitsui Trust Asset Management yang telah mendunia.

Para investor global memperingatkan pemerintah bahwa UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan berpotensi merusak lingkungan, khususnya hutan. “Meskipun perlu reformasi hukum bisnis di Indonesia, namun kami khawatir tentang dampak negatif UU Cipta Kerja, khususnya terkait langkah perlindungan lingkungan,” ungkap Peter van der Werf, perwakilan dari Robeco yang dikutip dari Reuters.

Baca: Minta UU Cipta Kerja Dibatalkan, Buruh Lanjutkan Aksi Mogok Nasional

Syarief Hasan menilai, keprihatinan para investor global dengan potensi negatif dari RUU Cipta Kerja menunjukkan pemerintah gagal paham tentang iklim investasi di Indonesia. “Selama ini pemerintah selalu mengatasnamakan investasi untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja, padahal investor global juga telah menolak. Jadi, UU Cipta Kerja ini diperuntukan kepada siapa?” tanya Syarief.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyatakan bahwa pandangan dari investor global membuktikan penolakan Partai Demokrat terhadap UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

“Partai Demokrat semakin kokoh menolak UU Cipta Kerja yang sangat merugikan rakyat,” tegas Syarief Hasan.

Berita Rekomendasi

Ia juga mengungkapkan bahwa penolakan dari kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, ditambah respon negatif dari investor global harusnya menjadi pertimbangan.

Baca: Klaster Pendidikan Ada dalam UU Cipta Kerja, Maarif Nahdatul Ulama Merasa Dipermainkan DPR

“Pemerintah untuk menunda dan harus mengevaluasi kembali UU Cipta Kerja ini. Jangan hanya mempertimbangan korporasi besar, tetapi juga lindungi rakyat dan lingkungan untuk anak cucu kita yang akan datang,” ungkap Syarief.

Politisi senior Partai Demokrat inipun menegaskan agar Pemerintah lebih bijak dalam melihat persoalan UU Cipta Kerja. “Hari ini kita bisa lihat, demonstrasi terjadi dimana-mana dan pemerintah tidak mampu membendungnya. RUU Cipta Kerja yang disahkan dengan cara tidak benar malah menimbulkan polemik baru yang kontraproduktif dengan langkah pemerintah dalam menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi akibat Pandemi Covid-19,” tutup Syarief.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas