Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Legislator PKS Ungkap Beberapa Titik Kelemahan dalam UU Cipta Kerja

Menurut Anis perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Legislator PKS Ungkap Beberapa Titik Kelemahan dalam UU Cipta Kerja
Arief/Man (dpr.go.id)
Anggota Baleg (Badan Legislasi) DPR RI Anis Byarwati. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menyebut UU Omnibus Law Cipta Kerja sebagai salah satu prioritas transformasi utama, termasuk untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati memberikan beberapa catatan kritis tentang hal ini.

Terutama mengenai seberapa besar UU Cipta Kerja ini dapat membantu ekonomi Indonesia pulih setelah tertekan pandemi Covid-19.

Menurut Anis, Omnibus Law Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan.

"Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah menyebut ‘perbaikan iklim investasi’ namun tidak menerangkan secara detail bagaimana RUU ini berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia," ujar Anis, dalam keterangannya, Senin (19/10/2020).

Kedua, Pemerintah mengganggap UU Omnibus Law Cipta Kerja diperlukan untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis apalagi di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Fraksi Demokrat Pertimbangkan Tempuh Jalur Legislative Review Ubah UU Cipta Kerja

Berita Rekomendasi

Padahal menurut Anis perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi.

Karena permasalahan ekonomi Indonesia terletak kepada hal yang lebih mendasar atau fundamental.

"Diantara permasalahan ekonomi Indonesia yang mendasar adalah produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah. Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis di World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64," terangnya.

Peringkat ini, kata Anis, kalah dari negara tetangga seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5.

Walaupun Indonesia sendiri masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93. Berdasarkan data ini, Anis menilai UU Cipta Kerja tidak menjawab permasalahan.

"Sementara UU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan lapangan kerja baru bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja," kata dia.

Alasan ketiga, Anis mengatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah investasi, dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi fundamental.

Jika pemerintah gagal mengatasi permasalahan fundamental ini, Anis menilai ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi.

Keempat, RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempermudah investasi.

"Tetapi dengan meletakkan prioritas pada isu ketenagakerjaan, ini adalah diagnosis yang keliru," tegas Anis.

Baca juga: Data Sementara: 123 Mahasiswa Positif Corona Setelah Ikut Demo UU Cipta Kerja

Mengutip data World Economic Forum, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya.

Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia dan korupsi menjadi kendala utama.

Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara di Indeks Persepsi Korupsi Perception Index 2019 yang di rilis oleh Transparency International.

"Dengan memperhatikan poin-poin di atas, agaknya kita tidak bisa berharap Omnibus Law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi COVID-19," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas