Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin: Isu Terorisme dan Separatisme Masih Jadi Isu Besar

Boni Hargens menilai, isu terorisme dan separatisme masih menjadi isu besar dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin ke depan.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin: Isu Terorisme dan Separatisme Masih Jadi Isu Besar
Kompas.com
Direktur LPI Boni Hargens 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai, isu terorisme dan separatisme masih menjadi isu besar dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin ke depan.

Boni Hargens mengatakan, terkait terorisme, koordinasi dan kolaborasi antar instansi (TNI, POLRI, dan BIN) mutlak harus dilakukan.

Sebab, terorisme tidak boleh lagi dipandang sebagai tindak kriminal tetapi harus dinyatakan sebagai tindakan perang.

Amerika Serikat sudah melakukan itu setelah serangan 11 September 2001.

Baca juga: Catatan Ekonom 1 Tahun Jokowi-Maruf: Penanganan Covid-19 Masih Penuh Masalah

Presiden Bush ketika itu menegaskan terorisme adalah tindakan perang sehingga peran tentara, polisi, dan intelijen menjadi sentral dalam satu koordinasi khusus yang efektif.

"Isu separatisme yang menguat dalam setahun terakhir hanyalah Gerakan Papua Merdeka, meskipun sempat ada isu soal Republik Maluku Selatan (RMS) tetapi itu hanyalah seremoni peringatan biasa," kata Boni saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).

Berita Rekomendasi

Boni menambahkan, GAM di Aceh juga sempat kembali menggeliat, tetapi sekarang tidak lagi terdengar.

Gejolak di Papua tak pernah berhenti.

Baca juga: Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Pakar: Gejolak Sosial Tak Lepas Dari Permainan Politik

Bahkan, ada yang mengatakan, pendekatan militer sudah tidak tepat.

"Saya agak berbeda. Militer sangat dibutuhkan di Papua bukan untuk membunuh tetapi untuk melindungi. Karena faktanya, rakyat kecil di sana juga disandera oleh kelompok separatis. Kalau tidak ada TNI, lalu siapa yang akan melindungi masyarakat yang disandera separatis?" ucap Boni.

"Saya sepakat bahwa hubungan sipil-militer harus ditata sesuai dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi tetapi cara berpikir kita juga harus bergeser, jangan lagi memakai paradigma lama yang melihat militer sebagai masalah," tambahnya.

Lebih lanjut, Boni menyebut Militer sudah banyak mengalami reformasi, baik dalam paradigma dan tindakan, sesuai amanat UU Militer tahun 2004.

Baca juga: 1 Tahun Pemerintahan Jokowi: Survei Melorot, Mosi Tidak Percaya hingga Rapor Merah dari PKS

Kemajuan ini yang harus diapresiasi dan rawat terus ke depan.

Satu hal lagi yang penting, bahwa kemiskinan dan ketidakadilan sosial di tanah Papua tidak disebabkan oleh faktor tunggal.

"Saya justru melihat peran pemerintah daerah sangat besar dalam mereproduksi kemiskinan structural di Papua. Mereka menghabiskan dana otonomi khusus untuk pribadi, dan tidak peduli dengan pembangunan rakyat Papua," kata Boni.

Boni juga meminta, BPK dan KPK harus lebih tegas dalam menangani korupsi di Papua. Korupsi adalah sumber penyakit di Papua yang menyebabkan rakyat miskin.

Pemerintahan Jokowi sudah melakukan banyak hal untuk Papua, terutama pembangunan infrastruktur yang menjadi prasyarat adanya pembangunan ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Perhatian Jokowi untuk Papua luar biasa besar.

Tetapi selalu saja ada yang memanfaatkan isu Papua sebagai dagangan politik.

"Pemerintah daerah harus betul-betul disorot dan diawasi. Ada kepala daerah yang merawat kelompok separatis di sana. Pemekaran propinsi Papua suatu keharusan, selain untuk mempercepat akselerasi pembangunan, juga untuk memutus mata rantai 'bisnis konflik' yang dimainkan oleh elite lokal di Papua," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas