6 Fakta Sidang Surat Jalan Palsu: Djoko Tjandra Tidur, Brigjen Prasetijo Tidak Kenakan Seragam Dinas
Sidang lanjutan kasus surat jalan palsu kembali digelar secara virtual, ada 6 fakta yang terjadi di antaranya Djoko Tjandra tidur hingga ditegur hakim
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang kasus surat jalan palsu.
Agenda sidang kali ini, Selasa (20/10/2020) ialah penyampaian keberatan atau eksepsi.
Sidang eksepsi Djoko Tjandra dimulai sekira pukul 10.00 WIB selesai sekira pukul 11.45 WIB.
Berikut sejumlah fakta di sidang lanjutan Djoko Tjandra yang dihimpun Tribunnews.com :
1. Djoko Tjandra tertidur
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menegur Djoko Tjandra, Selasa (20/10/2020).
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad menegur Djoko Tjandra karena tidur saat tim kuasa hukum menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Sebentar. Terdakwa, terdakwa diminta agar tidak tidur. Dengar tidak, terdakwa diminta tidak tidur," kata Sirad saat tim kuasa hukum menyampaikan eksepsi Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).
Mendapat teguran, Djoko yang awalnya duduk dalam posisi bersandar ke kursi mengubah posisi duduknya menjadi tegak menghadap sorot kamera web.
Meski tidak mengakui kesalahannya, setelah ditegur sikap Djoko Tjandra yang menghadiri sidang secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri tampak serius.
Dia tidak lagi memalingkan wajahnya dari sorot kamera web yang digunakan dalam penyelenggaraan sidang virtual kasus surat jalan palsu.
"Terdakwa mohon didengarkan (pembacaan eksepsi), jangan tidur," ujar Sirad.
Setelah Sirad menyampaikan tegur, tim kuasa hukum Djoko Tjandra kembali melanjutkan pembacaan eksepsi atas dakwaan JPU di sidang sebelumnya.
2. Kuasa hukum Djoko Tjandra sebut dakwaan tidak cermat, harus batal demi hukum
Dalam eksepsi yang disampaikan tersebut, tim kuasa hukum menilai dakwaan yang dibuat JPU berdasar hasil penyidik Mabes Polri tersebut tidak cermat.
"Surat dakwaan tidak cermat dan harus batal demi hukum," tutur satu tim kuasa hukum Djoko Tjandra.
Tim kuasa hukum Djoko Tjandra mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus surat jalan palsu.
3. Jaksa Penuntut Umum salah tulis nama
Saat pembacaan eksepsi di hadapan Majelis Hakim, tim kuasa hukum menyoroti kesalahan tulis pada nama kliennya dalam dakwaan JPU.
"Penuntut umum menulis nama yang bukan merupakan nama terdakwa, yakni Joko Soegiarto dan Joe Chan bin Tjandra Kusuma," kata anggota tim kuasa hukum Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).
Nama dalam dakwaan yang dibuat Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan Kejaksaan Agung tersebut tidak sesuai identitas klien mereka.
Yakni Joko Soegiarto Tjandra, kesalahan tulis dalam dakwaan JPU merupakan poin pertama dari tujuh poin keberatan yang disampaikan tim kuasa hukum.
"Oleh karena itu, sudah semestinya surat dakwaan penuntut umum dinyatakan batal demi hukum," ujar tim kuasa hukum.
Menurut 10 anggota tim kuasa hukum yang mewakili Djoko Tjandra hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dakwaan seharusnya dibuat cermat.
Poin lain yang disampaikan dalam eksepsi bahwa Djoko Tjandra tidak pernah datang ke gedung Mabes Polri, Jalan Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Bahwa nama Terdakwa Joko Soegiarto alias Joe Chan sebagai bagian yang tertulis di dalam identitas Surat Terdakwa, tidaklah dapat disamakan atau “alias” dengan Joko Soegiarto karena penuntut umum sepertinya hanya berupaya untuk menyesuaikan nama barang bukti tersebut dengan nama asli Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra," tutur tim kuasa hukum.
Dalam sidang tersebut Djoko memilih tidak menyampaikan keberatan atas dakwaan JPU secara langsung, dia menyerahkan eksepsi ke tim pengacara.
Baca juga: Kabareskrim: Kasus Djoko Tjandra Bukti Komitmen Polri Tuntaskan Perkara Hukum
Baca juga: Kejagung Pastikan Jamuan Makan Siang Tersangka Red Notice Djoko Tjandra Bukan di Restoran
Baca juga: Sosok Anang Supriatna, Kajari Jaksel yang Menjamu Makan 2 Jenderal Tersangka Kasus Djoko Tjandra
Menanggapi eksepsi dari Djoko Tjandra, saat ditanya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur JPU menyatakan bakal memberi tanggapan di sidang lanjutan.
Sidang dilanjutkan dengan penyampaian eksepsi dari tim kuasa hukum Brigjen Prasetijo Utomo yang terseret jadi terdakwa karena membantu pelarian Djoko.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking membuat surat jalan palsu.
Hal tersebut disampaikan JPU dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pembacaan dakwaan, Selasa (13/10/2020).
Dalam kesempatan itu, ketiga terdakwa hadir secara virtual.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," ucap jaksa membacakan dakwaan.
Dalam dakwaannya, dijelaskan pemalsuan surat jalan tersebut berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019 silam.
Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Kolopaking sebagai kuasa hukumnya.
Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.
"Saksi Anita Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," ucap Jaksa.
Selanjutnya pada April 2020, Anita mendaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon.
Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Saat itu Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya.
Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo.
Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut Jaksa.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta.
Prasetijo menyanggupi dan mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak.
Dari sana, dia direncanakan menuju Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta dengan pesawat sewaan.
Jaksa mengatakan Prasetijo menggunaan surat-surat demi kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia merugikan Polri secara immateriil karena dinilai mencederai nama baik Kepolisian Republik Indonesia.
"Mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," ucapnya.
Dalam perkara kasus surat jalan palsu tersebut, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP, dengan ancaman hukuman lima (5) tahun penjara.
Sedangkan Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP. Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.
Sementara Anita Kolopaking dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu tahanan kabur.
4. Brigjen Prasetijo Utomo bantah buat surat jalan palsu
Brigjen Prasetijo Utomo membantah terlibat membantu terpidana kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999, Djoko Tjandra membuat surat jalan palsu masuk ke Indonesia.
Dalam sidang beragenda penyampaian nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Prasetijo menolak isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepada Majelis Hakim, tim kuasa hukum Prasetijo mengatakan yang membuat surat jalan palsu Djoko yakni Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri, Dodi Jaya.
"Sudah jelas bahwa yang membuat surat-surat jalan tersebut adalah Dodi Jaya. Tidakkah tepat jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa, sebagai orang yang membuat surat palsu," kata anggota kuasa hukum Prasetijo di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).
Meski di sidang pembacaan dakwaan pada Senin (13/10/2020) JPU menyebut Prasetijo lah yang memerintahkan Dodi membuat surat jalan palsu untuk Djoko.
Lalu menyebut Prasetijo meminta Dodi mencoret nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo selaku pimpinan yang mengetahui surat perjalanan.
Tim kuasa hukum Prasetijo kukuh menolak kliennya meminta Dodi membuat surat palsu sehingga Djoko bisa naik pesawat sewaan dari Pontianak menuju Jakarta.
"Berdasarkan keterangan Dodi Jaya, bahwa Dodi Jaya lah yang membuat surat jalan sesuai keterangannya dalam BAP (berita acara pemeriksaan) tanggal 04 Agustus 2020," ujar kuasa hukum.
5. Brigjen Prasetijo Utomo bantah buat surat bebas Covid-19 di RS Polri Kramat Jati
Tim kuasa hukum Prasetijo juga membantah kliennya terlibat membantu Djoko membuat surat keterangan bebas Covid-19 di RS Polri Kramat Jati.
Menurut mereka Pamin Satkes Puskokkes Mabes Polri, Sri Rejeki Ivana Yuliawati yang memuluskan pembuatan surat bebas Covid-19 bagi Djoko Tjandra.
Atas dasar itu mereka meminta Majelis Hakim membatalkan dakwaan JPU yang beranggotakan jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan Kejaksaan Agung.
"Memulihkan harkat martabat dan nama baik Brigjen Prasetijo. Menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum tidak jelas dan 'kabur'. Menyatakan tidak ada tindak pidana, yang dilakukan oleh terdakwa," tutur kuasa hukum Prasetijo.
6. Brigjen Prasetijo Utomo tidak lagi pakai baju dinas Polri
Dalam sidang eksepsi kali ini Prasetijo tak lagi mengenakan pakaian dinas lengkap (PDL) sebagai anggota Polri setelah di sidang sebelumnya ditegur hakim.
Prasetijo yang mengikuti sidang secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri tempatnya mendekam tampak mengenakan baju lengan panjang warna putih.
Untuk diketahui, keputusan Brigjen Prasetijo Utomo mengenakan seragam anggota Polri di sidang pembacaan dakwaan kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra berujung sial.
Prasetijo yang mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa (13/10/2020) secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri mendapat teguran.
Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad meminta Prasetijo tidak mengenakan pakaian dinasnya saat mengikuti jalannya sidang.
"Jadi saudara terdakwa hari ini diberi toleransi, diharapkan hari berikutnya (sidang selanjutnya), saudara dalam (mengenakan) pakaian yang tidak dengan jabatan, pakaian jabatan," kata Sirad di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020).
Teguran tersebut dilayangkan Sirad usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan bagi mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri itu.
Menurutnya Prasetijo tidak seharusnya mengenakan pakaian dinas saat sidang meski hingga kini memang masih berstatus sebagai anggota Polri.
Dalam proses hukum sejak jadi tersangka hingga terdakwa kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra, bukan kali ini saja Prasetijo mengenakan seragam anggota Polrinya.
Kala pelimpahan berkas perkara atau tahap dua ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Prasetijo yang menaiki mobil Provos mengenakan pakaian dinas lengkap (PDL) Polri. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunJakarta.com)