Bank Dunia Apresiasi Sistem Pendistribusian Bantuan Sosial di Indonesia
Michael Wiegand menyoroti bagaimana masih banyaknya masyarakat yang belum terjangkau akses keuangan menjadi tantangan utama pendistribusian bansos
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kähkönen menyatakan, Indonesia telah berhasil mengubah sistem penyaluran bantuan secara mendasar dalam waktu yang relatif singkat.
Satu menyebut, ada dua pembelajaran dari Indonesia yang patut diikuti seluruh dunia.
Pertama, Program Keluarga Harapan Indonesia merupakan program Conditional Cash Transfer terbesar kedua di seluruh dunia.
Kedua, Program Bantuan Sembako dalam bentuk e-Voucher yang berfokus pada nutrisi penerima manfaat daripada sekedar distribusi beras.
Ini disampaikan Satu saat acara International Webinar “Delivering Social Assistance During the Pandemic: Lessons from Indonesia” yang diselenggarakan MicroSave Consulting, Inke Maris & Associates Consultant dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Sosial Republik Indonesia, didukung oleh Bill & Melinda Gates belum lama ini.
Acara ini dimoderatori oleh founder & Group Managing Director Microsave Consulting, Graham Wright, perusahaan berpusat di London dengan aktivitas di 50 negara.
Director of the Financial Services for the Poor Bill & Melinda Gates Foundation, Michael Wiegand, menyoroti bagaimana masih banyaknya masyarakat yang belum terjangkau akses keuangan menjadi tantangan utama pendistribusian bansos di masa depan.
Baca juga: Respons Ibunda Saat Jack Brown Makin Moncer Cetak Gol di Timnas U-19 Indonesia
“Inklusi keuangan menjadi penting dalam mempermudah proses verifikasi dan otentifikasi target penerima bansos," katanya.
Selain itu, kata dia perempuan menjadi pihak yang paling terdampak dari pandemi, di mana sebagian besar merupakan pekerja informal atau terdampak PHK.
"Mengidentifikasi kebutuhan perempuan dalam mengakses bansos dan mendesain program yang didasari kebutuhan perempuan menjadi penting,” ujar Wiegand.
Menurut Wiegand, terdapat empat fokus area perbaikan. Pertama, memperluas entitas dan agen yang dapat mengakselerasi inklusi keuangan dan memfasilitasi layanan Cash In & Cash Out (CICO), seperti misalnya kantor Pos dan Teknologi Finansial (fintech).
Kedua, sistem yang saling tersambung atau interoperability antara bank pemerintah maupun swasta, kantor pos dan lembaga keuangan lainnya.
Ketiga, bagaimana penerima bansos yang tidak memiliki perangkat mobile tetap dapat mengakses akunnya melalui KTP atau otentikasi biometrik.
Terakhir, penting juga memastikan ketersediaan uang tunai bagi agen layanan Cash In & Cash Out di seluruh Indonesia.
Menteri Sosial yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Teknologi Kesejahteraan Sosial Kemensos RI Andi Dulung mengatakan, berbagai upaya dan capaian yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka memitigasi dampak sosial-ekonomi selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Catatan Penanganan Covid-19 Selama 1 Bulan Terakhir, Kasus Aktif Turun 6,79 Persen
Diantaranya, meningkatkan jumlah bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), memperluas jangkauan Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) melalui Kartu Sembako, termasuk 16,04 juta target penerima manfaat, melalui bantuan Presiden, mendistribusikan alat perlindungan diri, memberikan layanan konseling dan psikososial bagi masyarakat luas, serta melakukan pengembangan kapasitas bagi para fasilitator program.
Menurut Andi, diperlukan perluasan investasi dalam mengembangkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar lebih valid, terintegrasi, inklusif, dan terpilah.
Selain itu, diperlukan juga koordinasi yang erat antar kementerian dan lembaga (K/L) dan Pemda untuk mengelola Bantuan Sosial Tunai dan memperbarui DTKS secara berkala.
Di sinilah mengapa platform perlindungan sosial yang komprehensif dan adaptif menjadi salah satu agenda pembangunan nasional yang diprioritaskan untuk tahun 2019 – 2024.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Pungky Sumadi, menambahkan bagaimana partisipasi komunitas dan koordinasi antar kementerian dan lembaga (K/L) kemudian menjadi sangat penting dalam memastikan akurasi database DTKS saat ini.
“Yang kami lakukan, kami mengajak komunitas untuk berpartisipasi dalam memperbaharui data yang ada, diantaranya pemimpin komunitas, pejabat desa, dan fasilitator program PKH untuk bekerja sama dan mengidentifikasi penerima manfaat saat ini dan kelompok baru yang terdampak oleh pandemi," katanya.
Bappenas juga bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik dan beberapa Kementerian yang relevan dalam memperbaiki akurasi data kemiskinan, melalui Sensus Sosial Ekonomi, Sensus Populasi, untuk menentukan garis kemiskinan dan kriteria yang baru yang harus digunakan dalam proses seleksi data.
Metodologi ini akan diimplementasikan pertengahan tahun depan yang mencakup 100% populasi mengingat Indonesia sangat rentan dihadapkan pada musibah bencana alam dan kesehatan.”
Lebih lanjut, Pungky Sumadi kemudian juga menambahkan lima pembelajaran untuk penyaluran bantuan sosial ke depannya.
Pertama, pentingnya mengidentifikasi dan mengakomodir preferensi penerima bansos apakah lebih nyaman mencairkan dana melalui ATM ataukah agen pulsa dekat rumah.
Kedua, diperlukan sistem pendukung yang dapat memverifikasi kebutuhan penerima bansos yang perlu dilibatkan dalam sistem penyaluran distribusi bansos.
Ketiga, diperlukan pembaruan peraturan pemerintah dan sistem e-KYC (Know Your Customer) yang lebih baik melalui e-KTP dan autentikasi biometrik, yang mengintegrasikan semua pelaku keuangan dan non keuangan (seperti Kantor Pos).
Keempat, pentingnya memperbarui sistem Teknologi Informasi dalam memastikan interkonektivitas antara pelaku keuangan dan penerima bansos di daerah terpencil.
Terakhir, promosi literasi digital juga krusial dalam membantu penerima manfaat mengakses layanan yang tersedia.