Hong Arta Didakwa Suap Anggota DPR dan Kepala BPJN IX Rp11,6 Miliar
Tindak pidana korupsi itu dilakukan bersama-sama dengan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan So Kok Seng alias Aseng selaku Komisari
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred telah menyuap Anggota DPR 2014-2019 F-PDIP Damayanti Wisnu Putranti dan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary dengan uang Rp11,6 miliar.
Jaksa Iskandar Marwanto mengungkapkan, suap tersebut bertujuan agar Hong Arta mendapatkan paket proyek Program Aspirasi dari Anggota Komisi V DPR RI di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara berdasarkan Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.
Tindak pidana korupsi itu dilakukan bersama-sama dengan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sejumlah Rp 8 miliar, Rp 2,6 miliar dan Rp 1 miliar yang masing-masing dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat,” kata Jaksa Iskandar membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Menurut Jaksa Iskandar, uang senilai Rp8 miliar diperuntukkan untuk suksesi Amran selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Hong Arta lantas memberikan Rp3,5 miliar dan Abdul Khoir Rp4,5 miliar.
Baca juga: Hong Arta Segera Diadili Atas Kasus Suap Proyek di Kementerian PUPR
Sementara itu, kata Jaksa Iskandar, uang senilai Rp2,6 miliar yang dinilai sebagai pemberian ‘dana satu pintu’ kepada Amran diperuntukan memuluskan pengurusan paket proyek program aspirasi dari Komisi V DPR.
Menurut Jaksa, satu pintu itu terkait kebijakan yang harus melalui atau atas sepengetahuan Amran.
“Disepakati terdakwa, Abdul Khoir, Henock Setiawan alias Rino dan Aseng masing-masing mempersiapkan ‘Dana Satu Pintu’ sejumlah Rp500 juta dan Charles Franz alias Carlos sejumlah Rp600 juta sehingga terkumpul seluruhnya sejumlah Rp2,6 miliar,” beber Jaksa Iskandar.
Sedangkan, untuk uang Rp1 miliar lain diberikan kepada Damayanti untuk keperluan bantuan kampanye pemilihan Kepala Daerah di Jawa Tengah.
Jaksa Iskandar menyebut, pemberian uang itu dilakukan dengan cara masing-masing akan memberikan uang sejumlah Rp330 juta yang akan dibayarkan lebih dahulu dengan menggunakan uang Hong Arta.
Kemudian pada 26 November 2015, Hong Arta menggunakan rekening PT Sharleen Raya untuk mengirim uang sebesar Rp1 miliar ke rekening Erwantoro di Bank Mandiri KCP Jakarta Iskandarsyah dengan Nomor Rekening 126-00-1206111-4.
“Setelah mengetahui uang dari terdakwa sudah masuk ke rekening Erwantoro, kemudian Abdul Khoir meminta Erwantoro untuk menukar uang sejumlah Rp1 miliar tersebut ke dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan meminta kepada Erwantoro untuk menyerahkannya kepada Damayanti Wisnu Putranti,” ujar Jaksa Iskandar.
Hong Arta didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.