Perludem: Penyelenggara Pemilu Jangan Halangi Masyarakat Sosialisasikan Kotak Kosong
Penyelenggara Pemilu jangan menghalang-halangi masyarakat yang menyosialisasikan kehadiran kotak kosong.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 memiliki 25 calon tunggal.
Daerah yang punya calon tunggal akan berhadapan dengan kotak kosong sebagai alternatif pilihan.
Keduanya sama-sama boleh dipilih.
Dengan banyaknya calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah tahun ini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta penyelenggara Pemilu tidak menghalang-halangi masyarakat yang menyosialisasikan kehadiran kotak kosong.
Baca juga: KPU: 6.375 Akun Media Sosial Didaftarkan Pasangan Calon Pilkada, Mulai Facebook Sampai Tiktok
"Boleh masyarakat mempromosikan kolom kosong, jangan kemudian penyelenggara menghalang-halangi masyarakat untuk menginformasikan keberadaan kolom kosong. Kalau dihalang-halangi berarti berat sebelah. Padahal kolom kosong maupun calon tunggal sama-sama boleh dipilih," ujar Titi dalam diskusi daring LHKP PP Muhammadiyah, Rabu (21/10/2020).
Titi sendiri mengatakan masih banyak masyarakat yang belum paham soal kotak kosong dalam pemilihan.
Banyak dari mereka justru menilai paslon tunggal wajib dipilih.
Baca juga: KPU Jamin Penyadang Disabilitas Dapat Melaksanakan Hak Konstitusionalnya Dalam Pilkada 2020
Berkaca dari kondisi itu, menurutnya penyelenggara pemilu harus mampu menjangkau realita di masyarakat untuk menghadirkan regulasi yang mendorong sosialisasi kotak kosong.
Sehingga, ketimpangan informasi tersebut mampu disamaratakan.
"Kalau aturan atau teks yang ada saat ini tidak mampu menjangkau realita di masyarakat kita, ubah dong. Jangan terpaku pada sesuatu yang justru membuat pemilih terbelenggu soal informasi pilkada bercalon tunggal," ujar dia.
"Apalagi calon tunggal makin banyak di 25 daerah," ucapnya.
6.375 Akun Media Sosial Didaftarkan Pasangan Calon Pilkada
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat ada 6.375 akun media sosial resmi yang didaftarkan 673 pasangan calo dalam Pilkada Serentak 2020.
Rinciannya 405 akun medsos pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, dan 5.970 akun medsos paslon bupati-wakil bupati serta walikota-wakil walikota.
Pelaksana Harian (Plh) Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan akun Facebook jadi yang terbanyak didaftarkan oleh peserta pemilihan.
Baca juga: KPU Jamin Penyadang Disabilitas Dapat Melaksanakan Hak Konstitusionalnya Dalam Pilkada 2020
Ilham mengira platform media sosial tersebut dianggap paling mudah dan sering diakses masyarakat.
Sehingga banyak dari peserta yang mendaftarkan akun mereka.
"Facebook paling banyak, mungkin dianggap paling mudah, paling sering diakses masyarakat. Kedua instagram, ketiga youtube, keempat Twitter," kata Ilham dalam diskusi virtual LHKP PP Muhammadiyah, Rabu (21/10/2020).
Baca juga: Sosok Santi, Perempuan Berdarah Batak yang Ikut Pilkada Melbourne Australia
Berdasarkan data KPU, akun Facebook jadi yang paling banyak didaftarkan peserta Pilkada.
Disusul Instagram, Youtube, Twitter, dan Tiktok.
Terdapat 4.310 (68 persen) akun Facebook yang didaftarkan peserta Pilkada ke KPU. Kemudian 1.113 (18 persen) akun Instagram, 287 (18 persen) akun YouTube, 179 (3 persen) akun Twitter, dan 6 (0,1 persen) akun Tiktok.
"Ada juga yang menggunakan Tiktok ternyata 0,1 persen," ujar Ilham.
Kegiatan Tatap Muka Jadi Primadona
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan mengatakan dari sekian tahapan yang ada dalam Pilkada Serentak 2020, masa kampanye jadi tahapan paling krusial.
Sebab lewat tahapan ini setiap pasangan calon berlomba menarik hati pemilih.
Mereka membangun citra dan menyajikannya ke hadapan pemilih.
"Karena tahapan ini menyampaikan visi misi program dan citra diri peserta pemilu," kata Abhan dalam diskusi daring LHKP PP Muhammadiyah, Rabu (21/10/2020).
Baca juga: KPU Jamin Penyadang Disabilitas Dapat Melaksanakan Hak Konstitusionalnya Dalam Pilkada 2020
Namun, Abhan mengakui isu-isu yang digunakan para pasangan calon masih konvensional seperti melontarkan janji pendidikan gratis.
Sementara isu seperti penguatan sistem anggaran belum mereka gunakan.
Bahkan isu-isu yang berkolerasi dengan pandemi Covid-19 seperti bagaimana strategi pemulihan perekonomian pascapandemi, masih kurang digali para peserta Pilkada.
Baca juga: Sosok Santi, Perempuan Berdarah Batak yang Ikut Pilkada Melbourne Australia
"Kalau melihat beberapa isu yang dilontarkan paslon, memang kampanyenya masih sifatnya konvensional. Misal janji sekolah gratis," ucap dia.
Lantaran masa kampanye merupakan tahapan untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya, banyak dari paslon yang lebih cenderung menggunakan metode tatap muka (pertemuan terbatas).
Baca juga: Mendagri: Pilkada 2020 Dijamin Tak Sebarkan Covid-19 Jika Ikuti Protokol Kesehatan
Metode ini masih dianggap paling efektif untuk berdiskusi dengan masyarakat, sekalipun jumlah peserta yang boleh hadir dibatasi tak lebih 50 orang.
Berdasarkan data Bawaslu, 95 persen kegiatan kampanye paslon dilakukan secara tatap muka. Hanya 5 persen saja yang memanfaatkan metode kampanye lewat media daring atau virtual.
"Mungkin karena inilah ruang yang bisa langsung berdiskusi dengan publik meskipun dengan jumlah hanya 50 peserta. Tapi ini masih jadi primadona paslon berkampanye melalui pertemuan langsung," ujar Abhan.
Pilkada Tak Akan Sebarkan Covid-19 Jika Ikuti Protokol Kesehatan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjamin penyelenggaraan Pilkada 2020 tak bakal menyebabkan penularan Covid-19 jika protokol kesehatan diterapkan secara ketat.
Sebagaimana diketahui, pemerintah lewat Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 saat ini terus menggencarkan kampanye penyuluhan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, rajin mencuci tangan, dan selalu menjaga jarak.
Kampanye 3M ini terus menerus disosialisasikan supaya masyarakat tidak lupa bahwa penyebaran Covid-19 banyak datang dari pergerakan manusia.
Baca juga: Positif Covid-19, Wanita Ini Tewas saat Pesawat yang Ditumpangi Hendak Lepas Landas
Makanya, pelaksanaan 3M harus dijalankan secara ketat.
Tito mengatakan, bukan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang berkorelasi langsung dengan meningkatnya penularan Covid-19, melainkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
"Korelasi antara pilkada dengan penularan Covid-19 tidak memiliki korelasi langsung, yang memiliki korelasi adalah kepatuhan protokol," ucap Tito dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020 yang disiarkan YouTube KPK, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Satgas Minta Masyarakat Tak Beri Stigma Negatif pada Orang yang Terpapar Covid-19
Hal itu dikatakannya merujuk pada data Satgas Penanganan Covid-19 yang menunjukkan angka penularan Covid-19 di sejumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada malah menurun.
Tito mengatakan beberapa daerah yang menyelenggarakan Pilkada sebelumnya berstatus zona merah.
Kini sejumlah wilayah tersebut sudah berubah menjadi zona oranye atau menjadi zona kuning.
Kemudian, daerah yang masuk zona oranye berubah menjadi zona kuning dan daerah yang masuk zona kuning berubah menjadi hijau.
Baca juga: Catatan Ekonom 1 Tahun Jokowi-Maruf: Penanganan Covid-19 Masih Penuh Masalah
"Nah ini artinya apa, artinya pilkada yang tadinya diperkirakan yg dikhawatirkan akan menjadi penularan ternyata tidak," kata Tito.
Menurut Tito, hal itu menunjukkan bahwa penerapan protokol kesehatan merupakan kunci untuk menekan jumlah kasus Covid-19, terlepas dari ada pilkada atau tidak.
"Jadi apakah daerah ada pilkada atau tidak, selama protokol Covid-19 dilakukan secara ketat dan pengawasan oleh Forkompinda dilakukan, itu bisa menekan malah," katanya.