Malas Sekolah Alasan Bocah Perempuan 15 Tahun di Lombok Pilih Nikah dengan Pria 17 Tahun
Tak sanggup menanggung susahnya hidup tanpa kedua orangtua, merupakan alasan utama EB bersedia menikah dengan UD.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Ada-ada saja tingkah seorang bocah perempuan berinisial EB (15).
Warga Kecamatan Batukelang Utara, Lombok Tengah, NTB itu memilih menikah dengan remaja putus sekolah UD (17).
EB da UD menikah pada 10 Oktober 2020.
"Saya memang yang bersedia menikah ketika UD dan keluarganya datang meminta saya pada nenek. Saya tahu saya masih sekolah, tapi ini mau saya," kata EB saat didatangi wartawan Kompas.com, di rumahnya, di Dusun Kumbak Dalem, Desa Setiling, Kecamatan Batukliang, Minggu (25/10/2020).
EB tinggal bersama neneknya, Salmah (80) setelah kedua orangtuanya bercerai.
Ibunya, Mariani telah menikah lagi, dan ayahnya, Zulbliadi mengadu nasib sebagai TKI di Malaysia.
Baca juga: Sang Ibu Kandung Ngaku Tak Diperbolehkan Bertemu Nadya Mustika: Gak Ada Undangan ke Nikahan Anak
EB dan neneknya hidup seadanya.
Tak sanggup menanggung susahnya hidup tanpa kedua orangtua, merupakan alasan utama EB bersedia menikah dengan UD.
Saat ini EB sejatinya masih tercatat sebagai siswi kelas 3 SMP.
Sejak pandemi, dirinya mengaku bingung karena tak lagi ada sekolah.
Situasi menjadi semakin sulit karena dirinya tak memiliki ponsel untuk belajar.
"Saya bingung mau ngapain lagi, tidak sekolah sudah empat bulan, saya tidak punya handphone, tak bisa ikuti belajar daring," kata EB.
EB lalu menceritakan, dirinya mengenal UD suaminya setahun lalu.
Saat itu seorang teman memperkenalkan dirinya ke UD.
Setelah perkenalan itu, EB dan UD sempat saling mengenal.
EB pun mengaku tahu jika suaminya sempat bekerja menjadi buruh di Bali.
Dari perkenalan itu, EB yakin UD bisa menjadi tulang punggung keluarga.
EB mengaku dirinya memang sosok pelajar yang malas sekolah sejak sebelum Covid-19 mewabah di Indonesia.
Walau begitu sebenarnya ia masih menyimpan keinginan untuk bersekolah.
"Saya ini pemalas, sering ndak masuk sekolah sebelum Covid-19. Sulit belajar karena hanya tinggal dengan nenek saja, tapi saya mau sekolah lagi," katanya.
Dispensasi pernikahan dini Sementara itu, Kepala Dusun Kumbak Dalem, Abdul Hanan mengatakan, pernikahan EB dan UD memang sengaja tidak dilaporkan ke pemerintah desa dan Kantor Urusan Agama.
Alasannya, pihak desa khawatir jika kedua remaja ini dipisahkan, akan menjadi masalah baru di desa.
"Untuk melaporkan ke pihak pemerintah kami tidak berani karena kedua pasangan berusia di bawah umur. Akhirnya kita nikahkan secara kekeluargaan saja, yang penting sah menurut agama," kata Hanan.
Pernikahan EB dan UD menambah daftar kasus pernikahan usia dini di NTB.
Dari penelusuran data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, jumlah dispensasi pernikahan di Pengadilan Agama NTB tercatat 522 kasus.
Dispenasi diberikan karena yang menikah masih di bawah umur baik laki-laki maupun perempuan.
(TribunJakarta.com/Kompas.com)