Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKS Curiga Pemerintah Manfaatkan Pandemi untuk Perkuat Kekuasaan

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menduga, pemerintah memanfaatkan momen pandemi Covid-19 untuk memperkuat kekuasaannya.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in PKS Curiga Pemerintah Manfaatkan Pandemi untuk Perkuat Kekuasaan
Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi pada rapat terbatas pengadaan vaksin di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (26/10/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menduga, pemerintah memanfaatkan momen pandemi Covid-19 untuk memperkuat kekuasaannya.

Pemerintah kerap berdalih untuk menanggulangi pandemi Covid-19 dalam menyusun berbagai peraturan dengan mereduksi peran DPR.

Anggota Legislasi DPR RI ini menilai pemerintah perlu selalu diingatkan untuk kembali menghormati nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan negara.

Baca juga: Upah Minimum 2021 Tak Naik, Depenas: Keputusan Bijak Saat Pandemi Covid-19

Mulyanto khawatir, jika tidak ada oposisi yang mengingatkan, maka sangat besar peluang pemerintah membajak demokrasi untuk kepentingan memperbesar kekuasaan.

"Kita merasakan pembajakan itu faktual. Secara umum saya setuju dengan pandangan Prof. Jimly tentang pembajakan demokrasi melalui Pandemi Covid-19 ini," ujar Mulyanto kepada wartawan, Selasa (27/10/2020).

Sebelumnya, dalam diskusi daring yang diselenggarakan LP3ES, Guru Besar Tata Negara yang juga anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie menyebut pemerintah membajak demokrasi dengan memanfaatkan isu pandemi.

Baca juga: Politikus Nasdem Sebut Survei Tren Demokrasi Menurun Harus Jadi Evaluasi Pemerintah dan DPR

Baca juga: Politikus PKS: Niat Omnibus Law Baik, Tetapi Cara Pembuatannya Tidak Baik

Pemerintah dinilai menuju pemerintahan otoritarian tapi dengan cara konstitusional.

Berita Rekomendasi

Secara proses terkesan demokratis tapi secara nilai jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.

Mulyanto menyebut ada beberapa kasus yang dapat dijadikan contoh adanya pembajakan demokrasi oleh pemerintah.

Pertama dalam kasus Perppu No. 1/2020 tentang Covid-19 yang kemudian disahkan menjadi UU No. 2/2020.

Dalam Perppu itu pemerintah secara nyata mereduksi peran DPR terutama dalam fungsi anggaran.

Alokasi prioritas anggaran yang semula dilaksanakan DPR dengan UU, dipindah menjadi kewenangan eksekutif.

Di dalam Perppu itu terdapat pula pasal imunitas pejabat pelaksana UU tersebut yang tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.

Kedua dalam kasus UU Omnibus Law Cipta Kerja. Atas nama penanggulangan ekonomi dampak pandemi Covid-19, pembahasan RUU ngebut tidak kenal waktu libur dan waktu reses.

Meski pembahasan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan tapi pelaksanaan rapat menjadi tidak maksimal dan penuh keterbatasan.

Akibatnya aspirasi publik tidak terserap secara maksimal, pembahasan tidak berjalan optimal bahkan terkesan ugal-ugalan.

"Padahal RUU Ciptaker ini tidak dirancang untuk penanggulan covid-19, sehingga tidak perlu tergesa-gesa. Namun faktanya, Covid-19 menjadi alasan untuk membajak demokrasi," ucap Mulyanto.

"Hal seperti ini harus disudahi. Mari kita tanggulangi musibah Covid-19 ini dengan akal sehat, scientific based, tidak grasa-grusu. Berbagai kebaikan yang sudah ada di negeri ini, termasuk anugerah demokrasi, kita jaga dan kita rawat," pungkasnya.

Riset dari lembaga survei Indikator yang dirilis 25 Oktober 2020 menyimpulkan bahwa meskipun dukungan normatif terhadap demokrasi masih tinggi, saat ini lebih banyak responden yang menilai Indonesia menjadi kurang demokratis, dua kali lipat dari yang menilai menjadi lebih demokratis.

Kekecewaan publik juga terlihat dari kondisi kebebasan sipil yang dinilai negatif. Mayoritas menilai saat ini warga makin takut menyatakan pendapat 79,6 persen, makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes 73,8 persen, dan aparat dinilai makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa.

Beberapa hal terkait kebebasan sipil, memberikan sinyal yang mengkhawatirkan bagi demokratisasi di Indonesia.

Tegak Lurus kepada UUD 1945

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan satu laporan berupa Pelaporan Tahunan 2020, 'Bangkit untuk Indonesia Maju'.

Laporan ini dikeluarkan menandai satu tahun kepemimpinan Jokowi bersama Wakil Presiden Maruf Amin.

Melalui laporan ini Presiden Jokowi menyampaikan, jangan biarkan krisis pandemi Virus Corona (Covid-19) membuahkan kemunduran.

Baca juga: Sambut Sumpah Pemuda, Moeldoko Terima Sepada Edisi Khusus Untuk Presiden Jokowi

Krisis ini harus bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk melakukan sebuah lompatan besar.

"Laporan tahunan presiden ini sudah disebarkan ke seluruh Indonesia dan bisa di-download secara online," ucap Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam diskusi Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, Senin (26/10/2020).

Melalui laporan ini, Jokowi turut mengemukakan model kepemimpinannya menerapkan Governing Government untuk rakyat Indonesia.

Dalam satu tahun pemerintahan pada periode pertama, Jokowi dengan tegas mengatakan bahwa dirinya akan menjadi The Governing President atau presiden yang memerintah Indonesia.

Hal ini dimaknai bahwa dalam lima tahun ke depan Jokowi akan membentuk The Governing Government atau pemerintah yang melayani masyarakat.

"Dengan harapan pada tahun 2024 nanti, beliau akan memberikan legacy atau warisan kepada seluruh rakyat Indonesia dalam bentuk berupa prioritas-prioritas yang akan saya sampaikan," ucap Fadjroel.

Baca juga: Presiden Jokowi Lantik 12 Duta Besar RI untuk Negara Sahabat, Berikut Daftar Nama-namanya

Fadjroel menjelaskan, dalam laporan tahunan 2020, Presiden Jokowi pada intinya mengharapkan agar jajarannya bisa menyampaikan sejumlah komunikasi-komunikasi yang menumbuhkan persepsi positif dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada presiden maupun kepada Pemerintah.

Presiden Jokowi melaksanakan The Governing Government untuk rakyat Indonesia dalam satu kepemimpinan yang demokratis.

Menurut Fadjroel Rachman, ada dua pilar demokrasi yang dikembangkan oleh Presiden Jokowi dalam menerapkan The Governing Government.

Pertama yakni mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang berakar pada UUD 1945.

"Kalau saya harus menyatakan pada hari ini, Presiden Joko Widodo sejak diangkat sebagai presiden di periode pertama 2014 dan periode kedua 2019, beliau tegak lurus kepada konstitusi UUD 1945 sesuai dengan sumpah beliau yang disampaikan di hadapan MPR dalam pelantikan," jelas Fadjroel Rachman.

"Dalam bahasa rakyat beliau menyampaikan, beliau mewakafkan hidup beliau untuk memperjuangkan ideologi Pancasila, menjalankan UUD 1945 konstitusi, melindungi NKRI, kemudian juga melindungi kebhinekaan dan tentu saja merah putih sebagai bendera kebangsaan kita," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas