Pendemo Diingatkan Risiko Unjuk Rasa Saat Pandemi Covid, Anggota DPR: Lebih Baik ke MK
Ia mengatakan saat ini ada perbedaan pandangan di masyarakat terkait UU Omnibus Law. Setiap pandangan merasa paling benar.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law terus dilakukan.
Terkini, BEM SI menggelar aksi unjuk rasa bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda ke-92.
Terkait itu Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem Taufik Basari mengingatkan situasi negara yang masih pandemi covid 19. Unjuk rasa dengan berkerumun kata pria yang akrab disapa Tobas itu berisiko.
"Saya memahami dan menghargai sikap dan penolakan teman-teman ini. Ini adalah bagian dari demokrasi. Tapi karena saat ini sedang masa pandemi maka kita tetap harus menjaga agar tidak ada penyebaran terhadap Covid-19 ini," kata Tobas dalam pernyataan yang diterima Tribun, Rabu(28/10/2020).
Baca juga: Demo UU Cipta Kerja di Patung Kuda, Remaja Merangsek Barisan Depan Goyang-goyangkan Kawat Berduri
Ia mengatakan saat ini ada perbedaan pandangan di masyarakat terkait UU Omnibus Law. Setiap pandangan merasa paling benar. Untuk menyelesaikan masalah perbedaan pandangan tersebut, MK adalah lembaga peradilan yang paling berwenang.
"Memang terhadap perbedaan pandangan yang ada tentu harus diselesaikan oleh pihak yang paling berwenang untuk menentukan keputusan yakni dalam hal ini MK," kata dia.
Sebenarnya kata Tobas ada banyak cara yang bisa dilakukan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya seperti dengan mimbar akademi dan melakukan dialog dengan banyak pihak.
"Oleh karena itu alternatif penyampaian pendapat untuk mencari penyelesaian dari masalah tetap harus dipertimbangkan sebagai jalur-jalur yang bisa ditempuh selain melakukan demonstrasi. Ada baiknya mempertimbangkan saluran lain untuk kita mencegah penyebaran Covid-19," ujarnya.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sebanyak 123 mahasiswa dinyatakan positif Covid-19 setelah ujuk rasa menolak UU Omnibus Law, beberapa waktu lalu. Hal itu mencerminkan risiko tinggi penularan Covid-19 saat ujuk rasa.
Baca juga: MUI Imbau Pengunjuk Rasa UU Cipta Kerja Sampaikan Aspirasi dengan Tertib
"Karena di saat kita berkumpul dalam kondisi berdekatan, potensi penyebaran akan ada. Ini yang harus kita pikirkan bersama tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat-pendapat dari teman-teman," katanya.
Sehingga lebih baik mahasiswa melakukan dialog-dialog saja meminta kepada pemerintah membuka ruang komunikasi terkait UU Omnibus Law.
Menurut Tobas penolakan UU Omnibus Law ini terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi secara utuh.
"Karena itu kita harus perbaiki dengan dialog seluas-luasnya. Apa yang menjadi masalah, ada salah pemahaman bisa diselesaikan dengan dialog," pungkasnya.(Willy Widianto)