Pengadilan Tipikor Rampas SRE WanaArtha, Santi Kirim Surat ke Mahfud MD
Hanya saja ada vonis terkait dana nasabah WanaArtha yang dirampas untuk negara yang sangat melukai keadilan
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha atau WanaArtha Life geram dengan keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus Jiwasraya.
Terutama diktum putusan tersebut adalah merampas sub rekening efek (SRE) WanaArtha.
Sub rekening efek Wanaartha terdapat uang sekitar Rp4 triliun yang 75 persen dananya milik 26 ribu nasabah.
Satu di antaranya adalah Santi.
"Total keluarga saya investasi Rp 3,5 miliaran," ujar Santi kepada Tribun.
Dua terdakwa dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Baca juga: Kejaksaan Agung Diminta Optimalkan Sita Aset Koruptor Jiwasraya
Namun, yang membuat Santi kesal terhadap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memutuskan merampas sub rekening efek (SRE) WanaArtha yang notabene berisi dana nasabah sekitar Rp 4 triliun.
"Terkait vonis BT dan HH, saya tidak punya kepentingan. Hanya saja ada vonis terkait dana nasabah WanaArtha yang dirampas untuk negara yang sangat melukai keadilan bagi kami," tuturnya.
Duit nasabah Wanartha nyangkut di kasus Jiwasraya, wabil khusus terdakwa Direktur PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Minta Kasus Jiwasraya Tidak Berhenti pada Benny dan Heru
Perseroan pernah memiliki saham PT Hanson yang dibeli dengan mekanisme pasar modal.
Saham itu kemudian dijual dan memperoleh keuntungan. Namun, keuntungan itu disangkakan sebagai hasil tindak pidana korupsi, sehingga ikut disita dan diblokir oleh Kejaksaan Agung.
Nasabah juga telah melakukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir Juli 2020 lalu.
Gugatan tersebut dilakukan setelah upaya praperadilan yang ditempuh nasabah dinyatakan gugur oleh PN Jaksel karena sidang pokok perkara, yang merupakan kasus tipikor Jiwasraya, telah digelar di PN Jakarta Pusat.
Baca juga: Nasabah WanaArtha Marah-Marah Usai Sidang Vonis Jiwasraya
"Kami nasabah sedang upayakan pengembalian hak kami melalui Class Action.
Kami juga sudah dan akan terus bersurat pada tokoh dan/atau lembaga yang kami pikir bisa membantu kami mendapat keadilan.
Perusahaan juga akan mengajukan keberatan atas hak milik pihak ketiga yang beritikad baik," kata Santi.
Santi mengaku telah bersurat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kejaksaan sebelum putusan tersebut dibacakan.
"Termasuk ke majelis hakim PN Jakarta Pusat, DPR, KJ, KY, OJK, MA, Komisi Kejaksaan, MK, presiden, dan Menkumham," ujarnya.
Sementara itu Juru Bicara Perhimpunan Nasabah WanaArtha Freddy Handoyo mengatakan segala upaya tengah dilakukan untuk mendesak pihak WanaArtha.
"Usaha dan upaya para nasabah sekarang mereka ke Management WanaArtha.
Minta kejelasan serta tanggungjawabnya WanaArtha mengenai kewajiban WanaArtha terhadapcpara nasabah yang selama sembilan bulan ini hak-haknya nasabah tidak dipenuhi WanaArtha," ucapnya.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menilai, majelis hakim akan melihat secara adil mengenai langkah hukum Kejaksaan Agung melakukan penyitaan SRE tersebut, apakah memiliki kaitan dengan terdakwa tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro atau tidak.
"Ini (penyitaan rekening WanaArtha) termasuk akan jadi bagian apa yang akan diputus (hakim).
Karena pemblokiran atau yang dilihat langkah hukum Kejaksaan, nanti akan dilihat hakim.
Apakah itu betul uang negara, atau Jiwasraya, atau uang pihak lain? Ini akan jadi bagian yang akan diadili oleh hakim," kata Barita.
Penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha menjadi polemik.
Para nasabah sekaligus pemegang polis WanaArtha Life merasa haknya diambil, karena terdakwa Benny Tjokrosaputro pun mengaku bahwa rekening tersebut bukan miliknya.
Berbagai pihak, mengingatkan Kejaksaan agar tak sembarang melakukan penyitaan.
Majelis hakim di saat yang sama diminta berhati-hati dan adil melihat fakta-fakta persidangan terkait bukti dalam kasus yang menarik perhatian tersebut.
Fakta dan peristiwa hukum, termasuk keterangan para saksi meringankan dan memberatkan, serta pledoi terdakwa dan penasihat hukum harus menjadi pertimbangan.
Barita mengatakan, Jaksa juga bertanggungjawab untuk membuktikan yang dilakukannya di penyidikan.
Barita menekankan, yang dilakukan jaksa harus lah sesuai prosedur hukum.
"Jadi asumsi yang mengatakan bukan uang negara tapi uang para nasabah di ruang sidang yang menentukan secara hukum," kata dia.
Komjak diakuinya menerima laporan dari para nasabah yang merasa diperlakukan dengan tidak adil karena pemblokiran SRE WanaArtha."Para nasabah menilai ada hak-hak mereka dalam rekening tersebut," kata Barita.
Adapun buntut dari pemblokiran tersebut, dana premi nasabah menjadi tidak bisa dicairkan hingga saat ini.
Ratusan pemegang polis WanaArtha Life pun telah menggelar aksi menuntut Kejaksaan Agung untuk membuka blokir tersebut.Selain itu, di persidangan, terdakwa Benny Tjokrosaputro mengaku tak berkaitan dengan WanaArtha.
Pengaitan namanya dengan WanaArtha dengan adanya penyebutan nominee adalah hal yang sama sekali tak tepat oleh Kejaksaan Agung. Terhadap pernyataan itu, Komjak juga mengamatinya.
"Jaksa harus membuktikan sesuai dengan tuntutannya, termasuk apakah uang negara Jiwasraya atau siapa. Sebaliknya, terdakwa tentu saja akan mengatakan hal yang meringankan membantu dia lepas dari jerat hukum. Hakimlah nanti yang menguji semuanya," kata Barita. (tribun network/denis)