Sikapi UU Cipta Kerja, PKS Tidak Akan Ambil Opsi Legislative Review
Opsi yang dimaksud Anis antara lain melakukan legislative review ataupun menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan ada dua opsi untuk menyikapi polemik tentang UU Cipta Kerja.
Opsi yang dimaksud Anis antara lain melakukan legislative review ataupun menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu.
Namun, Anis menjelaskan hingga saat ini PKS cenderung tidak memilih opsi legislative review.
"Legislative review adalah upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR. Sederhananya, Legislative review ini adalah proses pengusulan undang-undang baru atau revisi undang-undang. Hal itu diatur UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan," ujar Anis, dalam keterangannya, Rabu (4/11/2020).
Karena tidak berbeda dengan proses pembuatan undang-undang, maka legislative review UU Cipta Kerja juga harus melalui lima tahapan pembuatan undang-undang. Antara lain perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
Baca juga: Yusril: Kesalahan Ketik UU Cipta Kerja Tidak Mempengaruhi Norma yang Terkandung
Artinya, kata dia, Pemerintah dan DPR harus berkomunikasi tentang siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi. Jika diterima DPR, UU Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR.
"Prosesnya seperti mulai dari awal lagi," kata Anis.
Oleh karenanya, Anis mengatakan sikap politik PKS setelah UU Cipta Kerja ini diundangkan oleh Presiden adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu.
"Bahkan, harus tegas dikatakan bahwa saat ini sangat urgen menerbitkan Perppu karena telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009,” ungkapnya.
Situasi kegentingan yang memaksa antara lain adalah pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Jika melihat tiga kriteria diatas, Anis menegaskan maka syarat Perppu sudah terpenuhi. Ditambah lagi, UU Cipta Kerja ini sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 dengan nomor 245.
"Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan Presiden untuk menerbitkan Perppu saat ini," pungkasnya.