BPPTKG: Tidak Ada Siklus 10 Tahunan Erupsi Gunung Merapi
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menegaskan tidak ada siklus 10 tahunan erupsi Gunung Merapi.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menegaskan tidak ada siklus 10 tahunan erupsi Gunung Merapi.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida mengungkapkan pihaknya tak pernah menyampaikan adanya siklus 10 tahunan Gunung Merapi.
"Kalau kami tidak pernah menyebutkan siklus 10 tahunan, tidak ada siklus 10 tahunan (Gunung) Merapi," ungkap Hanik saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (6/11/2020).
Hanik mengungkapkan Gunung Merapi memiliki sejumlah catatan erupsi yang berbeda-beda.
Baca juga: Gunung Merapi Siaga, Ini 12 Desa di 4 Kabupaten yang Masuk Zona Bahaya
Namun, rata-rata erupsi Gunung Merapi terjadi setiap empat tahun sekali.
"Kejadian erupsi bisa setiap tahun, bisa tujuh tahun, kalau rata-rata empat tahun sekali."
"Itu berdasar data-data yang kami punyai," ungkapnya.
Seperti tiga tahun terakhir, Hanik menyebut erupsi Gunung Merapi terjadi di setiap tahunnya.
"Erupsi terjadi bisa menerus seperti saat ini, dari 2018 sampai sekarang terjadi erupsi terus tiap tahunnya."
"Ada tiga sampai tujuh tahun, kalau rata-ratanya setiap empat tahun sekali," tegasnya.
Baca juga: 7 FAKTA Status Gunung Merapi Naik Jadi Siaga, Potensi Bahaya hingga Imbauan untuk Masyarakat
Adapun untuk perkiraan erupsi terdekat, Hanik menyebut tidak akan sebesar erupsi Gunung Merapi 2010 silam.
"Jauh perbandingannya, kemungkinan sangat jauh, lebih kecil yang sekarang ini," ungkapnya.
Status Naik Menjadi Siaga
Sementara itu setelah lebih dari dua tahun berstatus waspada atau level II, hari ini Gunung Merapi naik status menjadi level III atau siaga.
Hal ini diungkapkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menginformasikan status aktivitas Gunung Merapi menjadi level III atau Siaga.
Kenaikan status tersebut tertanggal mulai hari ini, Kamis (5/11/2020) pukul 12.00 WIB.
"Status waspada sejak 21 Mei 2018," ungkap Hanik saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis malam.
Berdasar perhitungan Tribunnews, status waspada disandang Gunung Merapi selama 899 hari.
Baca juga: Gunung Merapi Status Siaga, BPBD Sleman Siapkan Tiga Barak Pengungsian
Baca juga: Mulai Hari Ini Status Aktivitas Gunung Merapi Naik Level, Berikut Penyebab dan Penjelasannya
Adapun berdasar rilis yang diterima, kenaikan status ini didasari data-data aktivitas vulkanik Gunung Merapi selama ini.
BPPTKG menginfokan, pascaerupsi besar Gunung Merapi pada 2010 lalu, gunung yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah mengalami erupsi magmatis.
Tercatat erupsi pada rentang waktu 11 Agustus 2018 hingga September 2019.
“Seiring dengan berhentinya ekstrusi magma, Gunung Merapi Kembali memasuki fase intrusi magma baru yang ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik dalam (VA) dan rangkaian letusan eksplosif sampai dengan 21 Juni 2020,” ujar Hanik.
Ia menambahkan, aktivitas vulkanik terus meningkat hingga saat ini.
Hal tersebut berdasarkan data hasil pemantauan aktivitas vulkanik, seperti kegempaan dan deformasi yang masih terus meningkat.
Kondisi tersebut dapat memicu terjadi proses ekstrusi magma secara cepat atau letusan eksplosif.
“Potensi ancaman bahaya berupa guguran lava, lontaran material dan awan panas sejauh 5 km,” lanjutnya.
Status kenaikan aktivitas Gunung Merapi ini telah disampaikan BPPTKG kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa Tengah dan para bupati di beberapa wilayah.
Baca juga: Aktivitas Gunung Merapi Naik Status Level III, 4 Kabupaten Ini Masuk dalam Prakiraan Daerah Bahaya
Baca juga: Erupsi Gunung Merapi Disebut Makin Dekat, BPPTKG Imbau Masyarakat Waspada dan Update Informasi
Imbauan untuk Masyarakat
Hanik mengungkapkan masyarakat harus berperan aktif untuk mengukuti informasi terbaru.
"Masyarakat agar mengikuti rekomendasi dari pemerintah," kata Hanik.
Sementara itu kenaikan status mendorong BPTTKG mengeluarkan beberapa rekomendasi.
"BPPTKG melakukan pemetaan sektoral terkait prakiraan daerah bahaya meliputi 12 desa yang tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Jawa Tengah," beber Hanik.
Ia melanjutkan, wilayah administrasi desa yang masuk di dalam prakiraan daerah bahaya di DIY yaitu Glagaharjo, Kepuharjo dan Umbulharjo yang berada di Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Baca juga: Pengamat Termuda Gemetar saat Gunung Merapi Meletus pada 2010, Kaca dan Pintu Jendela Pos Bergetar
Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah, tiga kabupaten teridentifikasi memiliki wilayah-wilayah desa yang masuk dalam prakiraan daerah bahaya, yaitu Magelang, Boyolali dan Klaten.
Berikut ini wilayah di tingkat desa dan kecamatan yang masuk dalam tiga kabupaten tersebut, Ngargomulyo, Krinjing dan Paten di Dukun, Magelang, Tlogolele, Klakah dan Jrakah di Selo, Boyolali dan Tegal Mulyo, Sidorejo dan Balerante di Kemalang, Klaten.
"Di samping itu, rekomendasi kedua yang diberikan oleh BPPTKG yakni penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan," imbuh Hanik.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten diminta mempersiapkan segara sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.
Pelaku wisata juga diminta tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi, termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Endra Kurniawan)