PSI: Kenaikan Parliamentary Threshold Terbukti Tidak Menyederhanakan Parpol
Chandra mengingatkan, di Pemilu 2009 dengan PT 2,5% dari 48 partai politik peserta pemilu menghasilkan 9 partai politik di DPR.
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesa (PSI) menyatakan siap dengan berapa pun besaran parliamentary threshold (PT) di Pemilu 2024. Tapi, keinginan menaikkan PT harus didukung alasan yang kuat dan tepat.
“PSI optimis dapat menyiapkan diri untuk mencapai threshold tersebut. Namun, kami juga ingin tahu apa gagasan di balik keinginan menaikkan PT ini," kata Wakil Sekjen PSI, Satia Chandra Wiguna, Kamis (12/11/2020).
Menurut Chandra, jika argumennya untuk mengurangi jumlah fraksi dan menyederhanakan proses pengambilan keputusan di parlemen maka kelihatannya kurang tepat.
Belakangan muncul wacana untuk menaikkan PT dari sekarang yang 4 persen.
Sebagai contoh, pada peringatan HUT Partai Nasdem, Rabu 11 November 2020, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan ingin PT dinaikkan menjadi 7 persen untuk Pemilu 2024.
Baca juga: Soal Parliamentary Threshold, Wakil Ketua Komisi II DPR: Biar Dirembuk Para Dewa
Chandra mengingatkan, di Pemilu 2009 dengan PT 2,5% dari 48 partai politik peserta pemilu menghasilkan 9 partai politik di DPR.
Sedangkan di Pemilu 2014, dengan besaran PT yang lebih tinggi yakni 3,5%, dari 12 partai politik justru menghasilkan 10 partai politik di parlemen.
Lalu, pada Pemilu 2019, ketika PT naik menjadi 4%, partai yang masuk DPR bertambah menjadi 12.
Deretan fakta ini menunjukkan bahwa upaya penyederhanaan fraksi dari segi jumlah melalui PT terbukti gagal.
“Sebagai alternatif, PSI mendorong diberlakukannya Ambang Batas Fraksi. Ada syarat ketat untuk partai-partai agar bisa berkoalisi membentuk satu fraksi. Misalnya, syarat mendirikan satu fraksi adalah 100 kursi," ujar Chandra.
Maka, lanjut dia, dari 575 kursi di DPR RI maksimal hanya akan terdapat 5 fraksi.
"Ambang Batas Fraksi ini juga mencegah ada suara terbuang,” ujar Chandra.
Sebanyak 13.594.842 suara sah dalam Pemilu 2019 terbuang dan tidak bisa dikonversi menjadi kursi anggota DPR.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut PT menjadi penyebabnya.